JAKARTA, Berita HUKUM - Rencana Musyawarah Nasional (Munas) ke X Partai Golongan Karya (Golkar) di Jakarta pada tanggal 3-6 Desember 2019 mendatang, Koordinator Tim 9, Cyrillus Kerong menuding rencana Munas disinyalir dicemari dan dinodai oleh intrik dan jurus politik akal-akalan dari kubu Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto, yang juga sebagai calon Ketua Umum incumbent, karena telah terjadi manipulasi substansi AD/ART Partai Golkar, peraturan organisasi, dan konsensus berorganisasi yang lazim berlaku di tubuh Partai Golkar.
Peristiwa terkini, Rapat Pleno DPP Partai Golkar pada Rabu, 27 Nobember 2019 lalu, yang dipimpin Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto (AH) di Aula Kantor DPP Partai Golkar, dengan agenda penjelasan materi Munas. "Diwarnai oleh akal-akalan dari kubu Airlangga Hartarto, yang berakibat pada Tidak Disahkannya Materi Munas oleh Rapat Pleno DPP," ujar Cyrillus Kerong .
Terkait dengan situasi dan kondisi tersebut, disatu sisi menilai dan ditegarai Munas Golkar di awal Desember 2019 yang bakal diadakan abal-abal. Pada hari Jumat (29/11) Tim Penggalangan media dan opini, Koordinator Tim 9, Cyrillus Kerong mengatakan bahwa terkait rencana Munas X partai Golkar yang bakal digelar nanti kian terus menerus dinodai dan dipenuhi intrik akal akal-an, demikian ucapnya saat jumpa pers di bilangan Jakarta Pusat. Jakarta, Jumat (29/11).
"Dari pihak kubu Airlangga Hartanto telah terjadi manipulasi partai Golkar. Dimana rapat pleno dipimpin dengan agenda materi Munas diwarnai akal akal-an hingga tidak disepakati sesuai munas dalam menghadapi di rapat pleno," paparnya.
Lanjutnya, menyampaikan pernyataan sikap, dalam hal ini beberapa testimoni beberapa orang DPP yang ikut rapat pleno tersebut, sampainya di hadapan wartawan media cetak, online, elektronik dan televisi.
"Intrik kubu AH, mengeluarkan keputusan organisasi secara sembarangan melalui mekanisme yang cacat. Akibat tata kelola organisasi yang amburadul menjadi berantakan," bebernya
Nampak hadir di lokasi saat konferensi pers, yakni Cyrillus Kerong (selaku Ketua Tim 9), Viktus Murin (Jubir Bamsoet/Wasekjen DPP Partai Golkar), Fransiskus Roi Lewar, Mahadi Nasution, Sultan Zulkarnain, Eddy Lanitaman (Anggota Tim 9), Gaudens Wodar, Amriyati Amin, Marleen Pettah, Difla Olla mewakili pengurus Pleno DPP.
Selanjutnya, testimoni bapak Sultan berkata bahwa proses-proses 'Juklak' dimana benar, ucap pria yang merupakan wakil ketua DPP Golkar Sulawesi Utara itu mengatakan.
"Di zaman rezim AH, Golkar mengalami proses buruk dan dipenuhi keretakan," cetus Dia yang sudah 40 tahun berkecimpung di Golkar tersebut.
Disebutkan, bahwa Juklak 10 dan 11 berisikan bahwa seseorang dicalonkan anggota DPR minimal 5 tahun di partai. "Sementara kemarin baru 5 hari, bahkan baru 4 hari. Itu diusulkan, karena di daerah mengalami paham transaksi," tukasnya.
"Kami akan melawan rekan-rekan di DPP ini untuk demi kelangsungan Golkar. Soalnya, jikalau masih memilih Airlangga, maka akan mengalami kehancuran Golkar di tahun 2024," tegasnya.
Turut hadir juga, Amriati Amin perwakilan DPP bagian pemenangan yang mengatakan bahwa Airlangga tidak menjawab pertanyaan, baik saat pleno, padahal yang merupakan interupsi dari pihak penanya saat itu.
"Rapat yang tidak sehat dan penuh intrik. Dimana keputusan yang menggiring kubu DPP, dimana yang secara langsung memenuhi pantia acara Munas," jelasnya.
Padahal, tercantum di dalam Pasal 12, dimana sudah diatur dalam Bab V mengenai Struktur dan Kepengurusan.
"Pihaknya telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Anggaran Dasar pasal 12, dengan menafsirkan secara keliru pasal 12 tersebut Pasal 12 Anggaran Dasar tersebut diatur di dalam BAB V yang mengatur tentang Struktur dan Kepengurusan," paparnya.
Dirasanya, ini adalah tindakan dan perbuatan yang keliru dan tidak bertanggungjawab secara hukum kalau pasal ini dipakai untuk Pemilihan Ketua Umum.
Sementara, tertulis di BAB yang mengatur tentang Pemilihan Ketua Umum adalah BAB XIV pasal 50 Anggaran Dasar, tindakan yang bertindak Melampaui Kemenangan yag diberikan oleh Ketentuan Anggaran Dasar secara patut telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum.
Dilokasi, politisi perempuan Golkar, Marlin Peta menyampaikan bahwa dirinya juga sempat menanyakan, proses apa yang dimaksudkan dengan pemilihan berdasarkan 30% suara. Kapan dimasukan, apakah sebelum pendaftaran, dan ataukah nanti saat pemilihan langsung di bilik suara, tanyanya.
"Jawab dulu, nanti saya uji dengan AD. Soalnya, terkait 30 persen itu syarat yang tercantum di dalam pasal 12 AD itu," paparnya menceritakan.
Sementara, Marlen menilai bahwa, "Bab yang mengatur Pemilihan Ketua Umum adalah BAB XIV pasal 50 Anggaran Dasar," ujar Pengacara yang telah selama 35 tahun tersebut merasa miris dengan kondisi rencana Munas Golkar tersebut.
"Nampak ini dipaksakan sesuatu tidak sesuai dengan nurani saya. Airlangga telah melakukan perbuatan melanggar hukum, karena 'salah kamar'. Per triwulan mestinya lakukan rapat pertanggungjawaban," tukas pengacara asal Sumatera Barat itu.
Terkait pertanggungjawaban keuangan, dimana mesti transparan dan akuntabel, bahkan audit independen. "Jelaskan lagi pleno, dan tertulis, soalnya kan mesti dilaporkan lagi ke BPK. Ini memang diduga kuat manipulatif. Keputusan yang mencerminkan ketidakadilan," tegasnya.
AD/ART menurut Marlen ibarat traffic light organisasi. Lanjutnya menambahkan, DPP dan atau SC telah melampaui kewenangan yang diberikan UU dengan menafsirkan AD, dimana itu merupakan tindakan melawan hukum.
"Banyak sekali, pelanggaran yang dilakukan Ketum itu tidak bisa dijawab. Keuangan tidak bisa, kebijakan itu ada diatur dalam wewenang pleno. Ketum mesti sampaikan kebijakan kebijakannya," pungkas Marlen.(bh/mnd) |