JAKARTA, Berita HUKUM - DPR RI mengimbau kepada semua pihak agar tunduk dan patuh pada Putusan Mahkamah Agung (MA) atas pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Pernyataan tersebut disampaikan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyambut putusan MA yang mengabulkan judicial review Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam putusannya, MA membatalkan kenaikan iuran BPJS per 1 Januari.
"Dan karena sudah dulu keputusan Mahkamah Agung keluar, sehingga kami dari DPR RI akan mengawasi pelaksanaan dari putusan Mahkamah Agung tersebut dan mengimbau kepada semua pihak untuk tunduk dan patuh pada putusan Mahkamah Agung tersebut," tandas Dasco kepada awak media di Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Selasa (10/3).
Menurut MA, Pasal 34 ayat 1 dan 2 bertentangan dengan Pasal 23 A, Pasal 28H dan Pasal 34 UUD 1945. Selain itu juga bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 4, Pasal 17 ayat 3 UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Dengan dibatalkannya pasal tersebut, maka iuran BPJS kembali ke iuran semula, yaitu Rp 25.500 untuk kelas 3, Rp 51 ribu untuk kelas 2, dan Rp 80 ribu untuk kelas 1.
Berkenaan dengan defisit, Dasco mengatakan, BPJS Kesehatan dan Kementerian Keuangan harus menghitung ulang dengan mesinkronkan data kepesertaan BPJS Kesehatan. "Harus dihitung ulang oleh Menteri Keuangan kepada pihak BPJS. Kita juga akan minta supaya dihitung ulang lagi, karena sebenarnya defisit itu kemudian bisa dikurangi, berdasarkan yang telah kami pelajari itu banyak data-data di BPJS yang harus disinkronkan. Dengan data-data terbaru kita akan tahu berapa masuknya berapa defisitnya," papar Dasco.
Sementara, Anggota Komisi IX DPR RI Dhevy Bijak Pawindu menyambut baik putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan. Pasalnya, sejak Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang isinya mengenai kenaikan iuran BPJS bidang Kesehatan, ia sering kali menerima aspirasi dari masyarkat.
"Keputusan ini sebetulnya sudah sesuai dengan apa yang diperjuangkan kawan-kawan di legislatif terutama Komisi IX. Sejak adanya kenaikan iuran BPJS Kesehatan per 1 Januari 2020, saya sering mendapat aspirasi soal kenaikan tersebut. Nah dengan adanya pembatalan itu, saya kira sejalan dengan aspirasi masyarakat,” katanya dalam rilisnya kepada Parlementaria, Selasa (10/3). Ia berharap putusan itu segera dijalankan Pemerintah.
Kendati iuran BPJS Kesehatan tidak naik, politisi Partai Demokrat itu mendesak pemerintah tetap memberikan pelayanan sesuai standar kepada masyarakat. MA mengabulkan uji materi yang diajukan Komunitas Pasien Cuci Darah pada akhir 2019 terkait Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam putusannya, MA menyatakan Pasal 34 Ayat 1 dan 2 Perpres Jaminan Kesehatan tak memiliki kekuatan hukum mengikat. Pasal tersebut juga dinyatakan bertentangan dengan sejumlah Undang-Undang (UU).
Pasal 34 yang dibatalkan oleh MA memuat mengenai kenaikan tarif iuran kelas BPJS yang mencapai 100 persen. Dengan putusan ini, iuran BPJS kembali seperti sebelum Perpres diterbitkan. Berdasarkan Perpres itu sebelumnya, tertulis dalam Pasal 29, iuran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) meningkat menjadi Rp 42 ribu dari sebelumnya sebesar Rp 25.500. Kenaikan iuran terjadi terhadap seluruh segmen peserta. Iuran peserta atau mandiri Kelas 2 meningkat menjadi Rp 110 ribu dari sebelumnya Rp 51 ribu. Lalu, iuran peserta Kelas 1 naik menjadi Rp 160 ribu dari sebelumnya sebesar Rp 80 ribu. (rnm/eko/sf/DPR/bh/sya) |