JAKARTA, Berita HUKUM - Wakil Sekretaris Jenderal Persaudaraan Jurnalis Muslim Indonesia (PJMI) W. Suratman, mengatakan pemberangusan 19 situs media Islam oleh Kementerian Informasi dan Informatika (Kemeninfo) melanggar prinsip kebebasan pers.
"Pemblokiran media online adalah cara totaliter untuk membungkam perbedaan. Dengan dalih apa pun pers tidak bisa diberangus. Ini hanya membangkitkan perlawanan pada pemerintahan Jokowi,“ kata Suratman kepada media, Selasa (31/3). Semestinya, lanjut pria yang akrab disapa Ratman, pemerintah meminta Dewan Pers dan putusan Pengadilan.
Jika 19 situs media online tersebut dipandang memuat konten radikalisme, tidak sepantasnya diberangus sebelum ada pertimbangan Dewan Pers dan Pengadilan. Kepada Dewan Pers dan pengadilan kita menempatkan media dalam kepentingan hukum, bukan meletakan dalam kepentingan politik.
Jika 19 situs itu menyebarkan radikalisme seperti yang disinyalir oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) maka hukum melalui pengadilan yang menetapkannya bukan Kemeninfo.
“Pemikiran radikalisme tidak akan hapus dengan pemberangusan media online. Pemikiran ditandingi dengan pemikiran. Jangan takut pemikiran yang positif tentang Islam yang rahmatan lil alamin akan diapresiasi oleh umat Islam,” tandas Suratman.
Sementara itu menanggapai adanya pemblokiran media online berbasis Islam ini, juga di lontarkan oleh Ketua Umum, Serikat Pekerja Kewartawanan Indonesia (SERIKAT PEWARTA), Masfendi.
Lebih lanjut Masfendi, kepada tim media ini menuturkan, selama pers berpegang teguh dan menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik dan UU No.40/Tahun 1999 tentang Pers, yang nota bene Serika Pewarta terlibat langsung dalam proses penyusunan kedua aturan tersebut, saya kira belum tepat sampai pada kesimpulan adanya pemberangusan terhadap media online berbasis Islam tersebut.
“Ada tidak, yang menyimpang dari sisi berita maupun penyajiannya dengan Kode Etik Jurnalistik (KEWI 1999) dan KEJI 2006, pada media tersebut. Saya selaku Ketua Umum Serikat Pewarta ikut menyusun dan menandatangani kedua produk aturan tersebut,” tutur Ketua Serika Pewarta.
“Saya melihat liberalisasi kemerdekaan dan kebebasan industri pers seperti sekarang ini yang filosofinya menghalalkan segala cara justru sangat mengancam dan merugikan kemerdakaan dan kebebasan pers itu sendiri,” jelas Masfendi.
#KembalikanMediaIslam
Sebelumnya, Pemblokiran 19 situs media Islam oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi menuai kritik keras dari para pengguna media sosial melalui tagar #KembalikanMediaIslam.
Situs-situs tersebut diblokir sejumlah penyedia layanan internet (ISP) atas permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai upaya pencegahan paham radikal di Indonesia.
Tagar #KembalikanMediaIslam muncul di sejumlah jejaring sosial. Awalnya, tagar ini dimulai oleh Suci Susanti, seorang aktivis di Lapas Anak Tangerang, yang senang membaca dakwatuna.com, salah satu situs yang diblokir.
"#kembalikanmediaIslam #bringbackdakwatuna," begitu kicaunya melalui akun @Bunda_Suci28.
Kepada BBC Indonesia, dia mengaku bingung mengapa situs itu diblokir karena menurutnya kontennya netral. "Yang saya lihat, situs itu isinya banyak pelajaran, kisah-kisah agama, fikih dan aqidah. Rata-rata sering menjadi rujukan teman-teman untuk isi ceramah."
Dia mengatakan tidak semua situs yang ada dalam daftar blokir merupakan situs provokatif. "Pemberitaan soal ISIS di Dakwatuna justru isinya sama dengan media-media umum."
Bayu Prioko, yang memakai akun @bayprio, juga menjadi salah satu pengguna awal tagar #KembalikanMediaIslam. Dia mengatakan keputusan pemerintah "kurang tepat" karena "sebagian besar situs itu kontra ISIS dan sebagian lagi netral."
Tagar #KembalikanMediaIslam kemudian banyak juga digunakan oleh pengguna Twitter dan hingga kini telah digunakan 78.000 kali dan menjadi topik populer Twitter di Indonesia bahkan dunia.
Seorang netizen bernama dokter Wahyu Triasmara misalnya, “Saya tak habis pikir dahulu era SBY situs porno yang di blokir, di era ini kok malah situs Islam yang diblokir dgn alasan menyebar radikalisme dan terorisme. Eramuslim, Hidayatullah, Dakwatuna termasuk web muslim favorit saya dalam belajar Islam dan selama ini saya lihat tak pernah ada berita mereka yg mengarah pada radikal apalagi terorisme.”
“Yang heran lagi situs semacam Islamtoleran dan Islamliberal yang ngakunya Islam tapi isu-isu beritanya menjelekkan Islam justru tidak diblokir. Sebentar lagi Fimadani, Islampos, dan situs Islam lain yang selalu mengkritik pemerintah sekarang sepertinya juga akan menyusul kena block atau maybe Facebook sayapun besok juga akan diblock karena terlalu kritis pada penguasa. Makin miris dan hanya bisa nyebut Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un,” pungkasnya.
Sejumlah situs yang diblokir antara lain arrahmah.com, voa-islam.com, dakwatuna.com, muslimdaily.net, dan hidayatullah.com. Situs kiblat.net, gemaislam.com, eramuslim.com, dan daulahislam.com turut pula diblokir.(dbs/bh/gun/sya)
|