JAKARTA, Berita HUKUM - Pemberontak di Republik Afrika Tengah menguasai Ibukota, wilayah Bangui setelah pertempuran sengit pada hari Minggu (24/3), hingga akhirnya memaksa Presiden Francois Bozize melarikan diri dan kekhawatiran pada ketidakstabilan di jantung Afrika yang kaya akan mineral itu meningkat.
Setidaknya sembilan tentara Afrika Selatan tewas, ketika berusaha mencegah para pemberontak merebut Bangui, seorang saksi, kepada Reuters mengatakan, bahwa hal tersebut adalah pukulan terhadap upaya Pretoria (Afrika Selatan) untuk menstabilkan negara Afrika Tengah yang kacau dan menegaskan pengaruhnya di wilayah itu.
Koalisi pemberontak Seleka melanjutkan permusuhan hingga pekan ini di bekas jajahan Perancis dan dengan cepat menyapu selatan menuju Bangui dengan tujuan menggulingkan Bozize. "Kami telah mengambil istana presiden," kata Eric Massi, juru bicara Seleka yang disampaikan kepada Reuters melalui telepon dari Paris.
Pejabat senior pemerintah membenarkan bahwa pemberontak telah merebut kota, dimana lebih dari 600.000 orang penduduk, yang terletak di tepi sungai Oubangi berbatasan Republik Demokratik Kongo. Warga melaporkan penjarahan meluas terjadi pada rumah dan tempat bisnis.
"Penjarahan itu buruk. Penduduk dan Seleka terlibat," kata seorang pejabat senior PBB di Bangui. Kekerasan tersebut adalah yang terbaru dalam serangkaian serangan pemberontak, dimana bentrokan dan kudeta telah melanda bangsa yang memiliki cadangan kekayaan emas, berlian dan uranium sejak kemerdekaannya dari Perancis pada tahun 1960.
Francois Bozize yang merebut kekuasaan dalam kudeta pada tahun 2003 dan didukung oleh Chad negara tetangga, belum diketahui pasti keberadaannya. Seorang penasihat presiden mengatakan bahwa Bozize telah menyeberangi sungai ke Kongo pada Minggu pagi saat sebagian pasukan pemberontak sedang menuju istana presiden.(rts/bhc/mdb)
|