JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mendesak pemerintah untuk membentuk komisi penyelesaian agraria. Hal ini menyusul banyaknya konflik antara warga dengan perusahaan perkebunan dan pertambangan. Masalah tersebut diharapkan segera diselesaikan sistematis dan berkeadilan.
"Sejak 2003 lalu, setelah ditetapkannya TAP MPR No IX/2001, KPA telah mengusulkan agar pemerintah membentuk Komisi Nasional untuk Penyelesaian Agraria. Tapi hingga kini belum juga diwujudkan pemerintah hingga akhirnya muncul bentrok berdarah akibat rebutan lahan,” kata Deputi Riset dan Kampanye KPA Iwan Nurdin dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (27/12).
Menurut dia, komisi tersebut berfungsi untuk memberikan keadilan bagi rakyat atas tanah, sumber produksi, dan penghidupannya yang telah dirampas secara sewenang-wenang. Pembentukan komisi itu, dipastikan dapat meminimalisir perampasan tanah dan konflik-konflik agraria.
"Jadi sudah seharusnya segera dibentuk, karena pengawasan mengenai perizininan terhadap para korporasi bermasalah sangat buruk," tutur dia.
Diperikrakan Iwan, tanpa ada evaluasi atau tindak lanjut secara menyeluruh oleh pemerintah, konflik agraria pada 2012 diprediksi lebih meluas. Hal itu bukan tanpa sebab, mengingat perampasan tanah kian marak terjadi. "Kini perampasan tanah menjadi proses yang legal oleh hukum, jadi kenapa tidak jika pada 2012 konflik agraria akan lebih meluas," tegasnya.
Berdasarkan catatan KPA, pada 2011 terdapat lebih dari 160 konflik tanah yang dilaporkan ke KPA. Kasus yang paling banyak ada pada konflik perkebunan dengan 97 kasus, kehutanan 36 kasus, infrastruktur 21 kasus, pertambangan delapan kasus, dan tambak satu kasus.(tnc/rob)
|