JAKARTA, Berita HUKUM - Pemerintah diminta untuk konsisten dalam membatasi penggunaan mata uang asing di Indonesia, dan lebih mengutamakan penggunaan rupiah. Apalagi, hal ini juga sudah dianjurkan oleh Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia. Diharapkan, dengan banyaknya transaksi menggunakan rupiah, akan mendukung kestabilan nilai tukar rupiah.
Demikian ditegaskan Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI, Djoko Udjianto, usai Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan pakar ekonomi, Anwar Nasution dan Farial Anwar. Rapat yang berlangsung di ruang rapat Banggar, Gedung Nusantara II, Kamis (3/9), membahas tentang dampak pelemahan rupiah terhadap kondisi ekonomi makro dalam pembahasan RAPBN 2016, serta langkah antisipasi yang dilakukan.
“Pemerintah harus konsekuen dengan pembatasan penggunaan mata uang asing, dan harus diikuti dengan regulasi yang benar dan adanya gerakan moral dari masyarakat. Pemerintah harus konsisten dan membuat rambu-rambu dalam pembelian mata uang dolar. Setiap transaksi harus menggunakan rupiah,” pinta Djoko.
Politikus F-PD ini yakin, sebenarnya banyak cara untuk memperkuat nilai tukar rupiah. Dan sebenarnya Pemerintah sudah mengetahuinya. Namun tak dipungkiri, Indonesia juga tak bisa melawan kondisi pasar yang terus bergejolak. “Penurunan pertumbuhan ekonomi di global juga cukup signifikan. Pertumbuhan yang ada itu hanya di Amerika. Dengan The Fed mengadakan kenaikan bunga, konsekuensinya, mata uang dunia akan melemah,” imbuh Djoko.
Yang dikhawatirkan dari semakin melemahnya nilai tukar rupiah ini, tambah Djoko, diantaranya adalah gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran oleh industri. Pasalnya, jika hal ini sampai terjadi, akan berimbas pada sulitnya pertumbuhan ekonomi kedepannya.
“Kita harus membatasi pengeluaran dolar dan segera menunrunkan bunga. Kemudian untuk memacu ekspor, para eksportir diberi keleluasaan di perpajakan. Sehingga sedikit bernapas untuk mengurangi PHK,” katanya.
Untuk itu, ia meminta kepada Pemerintah untuk memberikan keleluasaan perpajakan kepada industri, sehingga roda produksi industri akan terus berputar. Dengan kondisi ekonomi seperti sekarang, penjualan industri juga menurun.
“Dengan adanya supply demand yang tidak seimbang ini, produksi turun, sales juga menurun, konsekuensinya perusahaan itu akan kesulitan likuiditas. Maka mau tidak mau harus melakukan PHK,” khawatir Djoko.
Dalam kondisi yang sulit seperti sekarang ini, Djoko memastikan pihaknya terus mengingatkan Pemerintah untuk realistis. Salah satunya dalam menentukan besaran asumsi makro RAPBN 2016. Ia meminta, Pemerintah untuk tidak mematok di angka ambisius.
“Kita berkali-kali mengingatkan kepada Menteri Keuangan dan Gubernur BI untuk lebih realistis dalam menentukan besaran dalam asumsi makro. Kita jangan terlalu ambisius, tapi kita harus mengetahui kondisi yang sebenarnya. Kita harus memberi kepastian bahwa asumsi makro sesuai kondisi real,” tutup politikus partai Demokrat asal daerah pemilihan Jawa Tengah ini.
Sementara itu sebelumnya, Farial Anwar menjelaskan strategi yang dapat diambil Pemerintah untuk memperkuat rupiah diantaranya melalui, pengendalian investasi asing, perketat pinjaman valuta asing, kewajiban penggunaan rupiah di wilayah NKRI, dan penurunan BI Rate.
“Pasalnya, BI Rate yang tinggi tidak berpengaruh juga untuk menurunkan kurs rupiah. Kami minta DPR untuk selalu mengingatkan Pemerintah. Kondisi ekonomi saat ini bukan karena fundamental ekonomi lemah, karena memang sudah banyak masalah. Tolong Pemerintah fokus,” tegas Farial.
Anwar menyarankan, untuk mengantisipasi hal ini, BI harus menjalankan kebijakan kurs riil efektif yang dapat merangsang ekspor, dan sekaligus menghambat impor.(sf/dpr/bh/sya) |