Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
EkBis    
Petani
Pemerintah Indonesia Perlu Bela Nasib Petani Sawit
2018-09-01 03:30:18
 

 
JAKARTA, Berita HUKUM - Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menyarankan agar pemerintah Indonesia memperhatikan nasib petani kelapa sawit. Pasalnya saat ini petani kelapa sawit nasibnya semakin terjepit, karena harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit anjlok. Fadli menyarankan pemerintah perlu melakukan intervensi kebijakan pasar, agar nasib petani bisa lebih baik.

"Saya kira ini perlu ada intervensi dari pemerintah, terutama menyangkut petani kelapa sawit. Kalau korporasi saya kira mereka sudah punya mekanisme, karena mereka pasti mendapatkan untung, karena size-nya kan besar. Kalau petani size-nya kecil, sehingga economic skill-nya pun kecil," papar Fadli di Gedung Nusantara III DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat, Jumat (31/8).

TBS sawit saat ini hanya dihargai Rp500 hingga Rp600 per kg. Padahal usia produktif TBS baru bisa dipetik setelah berumur 10 tahun. Merawat sepuluh tahun hanya dihargai Rp500 sampai dengan Rp600 per kg. Nasib petani sawit semakin terjepit.

Politisi Partai Gerindra itu menegaskan pemerintah perlu membela nasib petani kecil. "Ini perlu ada keberpihakan. Itulah seharusnya ada BLU yang kelapa sawit itu memberikan dukungan kepada para petani kelapa sawit," tandasnya.

Parahnya lagi, pengepul tidak mau membeli hasil tani sawit, karena pabrik pun membatasi. Harga TBS di tingkat petani kian hari kian merosot. Jika dibiarkan, petani sawit bakal gulung tikar karena tak dapat keuntungan lagi.

"Saya kira semestinya pabrik bisa menampung, karena pabrik-pabrik itu juga membutuhkan bahan material, bahan mentah untuk diolah menjadi CPO. Mestinya ada mekanismenya. Jangan sampai mereka dipersulit, sehingga pabrik mendapatkan harga yang murah, ini yang perlu dikontrol," jelas Fadli.

Akar permasalahannya karena suplai TBS banyak, ditambah lagi kebun sedang panen raya. Akibatnya pabriknya tidak dapat menampung buah TBS yang ada, sehingga harga sawit dipermainkan. Seiring bertambahnya jumlah kebun petani non plasma atau petani tradisional, hendaknya diiringi penambahan jumlah pabrik pengolahan.(eko/sf/DPR/bh/sya)



 
   Berita Terkait > Petani
 
  Miris Petani Buang Hasil Panen Raya, Daniel Johan Desak Pemerintah Lakukan Intervensi
  Petani Boyolali Soroti Soal Anggaran Pemilu 110,4 T, Giliran Harga Tomat Dibiarkan Anjlok
  PKS: Pak Jokowi, Petani Muda Hanya 8 Persen Bukan 29 Persen
  Pemerintah Harus Data Ulang Kartu Tani Agar Tepat Sasaran
  Tebang Pohon Jati di Kebunnya, Tiga Petani di Soppeng Divonis 3 Bulan Penjara
 
ads1

  Berita Utama
Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

Usai Resmi Ditahan, Hasto Minta KPK Periksa Keluarga Jokowi

 

ads2

  Berita Terkini
 
BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

Anak 'Crazy Rich' Alam Sutera Pelaku Penganiayaan, Sudah Tersangka Tapi Belum Ditahan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2