JAKARTA, Berita HUKUM - Pada Jumat (29/12) silam, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah mengumumkan hasil hisab awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1445 H. Penentuan ini dilakukan dengan menggunakan kriteria Wujudul Hilal, sebuah metode yang mengharuskan pemenuhan tiga syarat secara kumulatif.
Menurut kriteria tersebut, bulan kamariah baru dimulai pada hari ke-29 saat matahari terbenam, asalkan telah terjadi ijtimak sebelum matahari terbenam dan pada saat matahari terbenam, bulan masih terlihat di atas ufuk. Jika satu dari ketiga kriteria tersebut tidak terpenuhi, bulan baru dimulai pada hari ke-30.
Awal Ramadan:
Pada hari Ahad Legi, 29 Syakban 1445 H atau bertepatan dengan 10 Maret 2024 M, ijtimak jelang Ramadan 1445 H terjadi pukul 16:07:42 WIB. Pada saat matahari terbenam di Yogyakarta, Bulan berada di tinggi +00 derajat 56' 28' (hilal sudah wujud). Hal ini berarti, pada hari yang sama, di wilayah Indonesia, Bulan tampak di atas ufuk saat matahari terbenam, kecuali di Wilayah Maluku Utara, Papua, Papua Barat, dan Papua Barat Daya.
Dengan demikian, tanggal 1 Ramadan 1445 H jatuh pada hari Senin Pahing, 11 Maret 2024 M, menandai awal bulan suci bagi umat Islam di Indonesia. Keputusan ini diambil berdasarkan perhitungan yang cermat dan kriteria yang telah ditetapkan untuk menentukan kedatangan bulan Ramadan sesuai dengan tata cara yang telah ditetapkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Awal Syawal:
Berlanjut pada penentuan awal bulan Syawal 1445 H, pada hari Senin Kliwon, 29 Ramadan 1445 H, yang bertepatan dengan 8 April 2024 M, ijtimak jelang Syawal belum terjadi. Situasi berubah pada hari Selasa Legi, 30 Ramadan 1445 H, yang bertepatan dengan 9 April 2024 M, di mana ijtimak jelang Syawal 1445 H akhirnya terjadi pada pukul 01:23:10 WIB.
Pada saat matahari terbenam tanggal 9 April 2024 M di Yogyakarta (( = -07( 48( LS dan ( = 110( 21( BT, tinggi Bulan mencapai +06( 08( 28( (hilal sudah wujud). Di seluruh wilayah Indonesia, Bulan tampak di atas ufuk saat matahari terbenam, menandakan awal bulan Syawal.
Dengan demikian, tanggal 1 Syawal 1445 H jatuh pada hari Rabu Pahing, 10 April 2024 M. Keputusan ini diumumkan berdasarkan perhitungan cermat yang mengikuti kriteria Wujudul Hilal dan menegaskan kedatangan bulan Syawal sesuai dengan tata cara yang telah ditetapkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Umat Islam di Indonesia merayakan Idul Fitri sebagai tanda berakhirnya bulan suci Ramadan dan memulai bulan Syawal yang penuh berkah.
Sementara, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menggelar Konferensi Pers tentang Hasil Hisab untuk Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1445 H pada (20/1) di Kantor PP Muhammadiyah, Kota Yogyakarta.
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menegaskan bahwa penentuan ini dilakukan bukan untuk mendahului pihak manapun. Karena Maklumat ini merupakan suatu yang lumrah dilakukan oleh Muhammadiyah dan organisasi lain.
"Kami PP Muhammadiyah tidak mendahului siapapun, pengumuman dan maklumat ini hal yang lumrah terjadi pada setiap tahun. Sebagian juga berbagai organisasi Islam mengeluarkan, bahkan negara itu juga mengeluarkan," kata Haedar.
Haedar menjelaskan, Maklumat yang dikeluarkan oleh PP Muhammadiyah ini adalah normal. Terkait dengan lebih dahulu keluar, karena Muhammadiyah dalam menentukannya menggunakan metode Hisab Wujudul Hilal Hakiki.
Maka jika nanti di depan akan terjadi perbedaan, Guru Besar Sosiologi ini berpesan supaya tidak menimbulkan polemik. Sebab Maklumat ini tidak mendahulu, juga tidak meninggalkan siapapun.
"Mungkin nanti ada yang beda, seperti juga setiap tahun di kelompok-kelompok kecil juga ada beda di tanah air, maka baik kesamaan maupun perbedaan itu harus sudah menjadikan kaum muslim untuk terbiasa toleran - tasamuh," pesannya.
"Sehingga pesan ini justru akan memperkuat niat kita dalam beribadah karena memang lagi masih ada, dan perbedaan metode maka akan selalu terjadi perbedaan dalam penentuan awal Ramadan, Idulfitri, dan Iduladha," imbuhnya.
Oleh karena itu, dia berharap Kalender Islam Global segera diterima oleh semua kalangan. Sebab kalender ini mendesak untuk disepakati untuk mengurangi perbedaan-perbedaan karena masalah penentuan waktu.
"Ini adalah utang peradaban Umat Islam. Karena Umat Islam ini kan dengan perintah iqra', ia harus menjadi umat dan bangsa yang berpikir," kata Haedar.
Persamaan maupun perbedaan yang jika nanti ada, Haedar berharap tidak menghilangkan makna penting ibadah Puasa Ramadan, Idulfitri, Iduladha untuk melahirkan dan pengalaman keislaman yang lebih baik.
"Jadi kalau berbeda malah tidak perlu ribut, termasuk di media sosial. Apalagi saling menghujat dan saling menyalahkan, yang membuat nilai ibadahnya jadi berkurang," pesan Haedar.
Ibadah yang dijalankan oleh Umat Islam diharapkan semakin memperkaya spiritualitas, kesalihan, serta memperluas relasi sosial sesama. Selain itu, umat juga diharapkan saling toleran, bersatu dalam keragaman, serta membawa kemajuan bangsa.(muhammadiyah/bh/sya) |