*Janji Perangi dan Berantas Kartel Obat Bius
GUATEMALA CITY (BeritaHUKUM.com) – Seorang pensiunan jenderal, Otto Perez Molina (60) memenangkan pemilu presiden pada Minggu (6/11) waktu setempat. Ia memperoleh 55 persen suara dengan mengalahkan lawannya yang merupakan pengusaha, Manuel Baldizon.
Perez merupakan pemimpin partai sayap kanan Patriotik, meraih suara lebih dari Baldizon dari Partai Kebebasan Perwalanan Demokrat. Perez akan mengambil kantor di pertengahan Januari nnati, saat menggantikan Presiden Alvaro Colom.
Seperti dikutip situs VOA News, Senin (7/11), Perez berhasil memenangkan pemilihan ulang setelah menjanjikan kebijakan 'tangan besi' mengerahkan militer dan menambah jumlah polisi untuk memberantas kejahatan. Perez akan menjadi orang militer pertama untuk memimpin negara itu sejak kembali ke demokrasi pada tahun 1986.
Perez sendiri telah membantah bahwa ada pembantaian atau genosida selama waktu itu. Padahal, sejumlah mantan jenderal militer memerintah pasukan selama perang sipil Guatemala, yang berlangsung 1960-1996. Lebih dari 200.000 orang hilang atau tewas selama waktu itu.
Guatemala adalah salah satu negara dengan pendapatan pajak terendah di Amerika Latin, yakni hanya 11% dari GDP dan defisit keuangan tercatat di atas 3% dari GDP. Salah satu target lain Perez adalah meningkatkan perolehan pajak hingga 14% dari GDP selama empat tahun ke depan.
Obat Bius
Kemenangan kandidat sayap kanan ini merupakan hasil dari kegagalan mantan Presiden Alvaro Colom yang berhaluan kiri dalam mengurangi angka kejahatan dan melindungi negeri itu dari kartel obat bius Meksiko. Guatemala kerap digunakan kartel obat bius Meksiko sebagai salah satu jalur penyelundupan obat-obatan terlarang.
Angka kejahatan di Guatemala khususnya pembunuhan delapan kali lebih tinggi dari Amerika Serikat dan sebagian besar dari 14,7 juta penduduk negeri itu ingin pemerintah tegas memberantas para penjahat. Warga lebih mempercayai tentara ketimbang, karena polisi juga tidak pernah berani keluar malam.
Namun, para aktivis hak asasi manusia justru khawatir niat Perez memerangi kejahatan akan mengembalikan sejarah kelam kediktatoran dan pembunuhan di luar pengadilan oleh militer. Pada perang saudara 1960-1996 militer membunuh anggota kelompok kiri dan ribuan petani. Secara keseluruhan, sekitar 200.000 orang tewas dalam perang saudara itu.
Otto Perez sendiri adalah komandan militer di sejumlah kawasan dan diduga pasukan yang dipimpinnya melakukan berbagai kekerasan. Perez juga mengepalai intelijen militer yang dituduh merancang berbagai pembunuhan para rival politik.
Tetapi di sisi lain Perez dianggap sebagai salah satu perwira progresif di dalam tubuh angkatan darat dan memainkan peranan kunci dalam proses perdamaian 1996 yang mengakhiri perang. Sejauh ini Perez belum pernah dituntut melakukan kejahatan kemanusiaan dan berulang kali membantah semua tudingan kepadanya.(voa/sya)
|