PALESTINA, Berita HUKUM, - Salam Fayyad Perdana Menteri Palestina mengajukan secara resmi pengunduran dirinya kemarin kepada Presiden Mahmoud Abbas, yang diduga akibat sering berselisih paham dengan Presiden Palestina Mahmud Abbas.
"PM Fayyad telah bertemu dengan Presiden Abbas selama setengah jam di markas presiden di Ramallah, Tepi Barat. Dan Ia secara resmi menyerahkan pengunduran diri secara tertulis," kata seorang pejabat Palestina yang dikutip dari kantor berita AFP, Sabtu (13/4).
Abbas dan Fayyad dikabarkan berselisih dan memuncak akibat kritik kebijakan ekonomi sang perdana menteri di dalam gerakan Fatah yang berkuasa, terkait kebijakan pemerintahan.
Permintaan mundur ini menandai perseteruan antara bekas ekonom Bank Dunia itu dengan Abbas. Sebelumnya, pria berusia 61 tahun itu beberapa kali mengajukan permohonan pengunduran diri dan ditolak Abbas. Ia ditunjuk sebagai perdana menteri sejak Hamas mengambil alih wilayah Gaza pada 2007.
Kali ini, keputusan itu dipicu oleh peseteruan antara Abbas dan Menteri Keuangan Nabil Qassis. Qassis akhirnya mundur pada bulan lalu atas persetujuan Fayyad, meski belum meminta pendapat Abbas.
“Keputusan Fayyad melanggar konstitusi karena membiarkan Qassis mundur tampa berkonsultasi dengan Presiden,” ujar Azzam al-Ahmad, seorang anggota Komite Pusat Fatah.
Jumat, Menteri Luar Negeri AS John Kerry menelepon Abbas untuk menekan dia menemukan kesamaan dengan perdana menteri, kata para pejabat Palestina.
Desas-desus bahwa Fayyad akan mengundurkan diri atau disuruh mundur oleh Abbas telah marak dalam beberapa pekan terakhir setelah perbedaan lama antara dua tokoh itu mengenai portofolio keuangan.
Mundurnya Fayyad dipastikan akan terjadi kemunduran besar dalam proses perdamaian Palestina-Israel. Ekonom alumnus Universitas St. Edward, Austin, Amerika Serikat, itu merupakan tokoh yang mendapat dukungan dari negara-negara Barat. Bahkan Presiden Amerika Serikat Barack Obama menyebut Fayyad sebagai partner penting di Palestina.
Meski sempat memperbaiki perekonomian Palestina, Fayyad menjadi bulan-bulanan masyarakat akibat embargo ekonomi yang dilakukan Amerika Serikat dan Israel pada tahun lalu. Insiden ini terjadi setelah Palestina memperjuangkan status negaranya di Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Langkah sepihak kedua negara itu menyebabkan ekonomi Palestina kolaps sehingga gagal membayar gaji pegawai pemerintah selama beberapa bulan. Hal ini memicu protes besar-besaran warga Tepi Barat. Fatah, partai Abbas, pun menganggap Fayyad bertanggung jawab penuh.
Otoritas Palestina dipimpin Abbas berada dalam krisis keuangan yang serius. Krisis itu disebabkan sebagian dana asing yang dijanjikan belum dicairkan. Kongres AS diam-diam tak memblokir 500 juta dolar AS dalam bantuan bulan lalu.
Masyarakat internasional memuji Fayyad dengan membangun kerangka kelembagaan untuk Otoritas Palestina di wilayah Tepi Barat yang berada di bawah kendalinya.
Pengunduran dirinya bisa menghambat pelaksanaan kesepakatan dengan Israel yang diumumkan Menlu Kerry pekan ini untuk "mempromosikan pembangunan ekonomi di Tepi Barat.".(dbs/cim/lip/ant/bhc/sya) |