Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
White Crime    

Perilaku Koruptif Sudah Menjalar ke Mana-mana
Friday 16 Dec 2011 00:55:58
 

Korupsi di Indonesia makin parah dan menjalar ke mana-mana (Foto: BeritaHUKUM.com/RIZ)
 
JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah parah. Perilaku ini sudah menjalar ke nama-mana. Bahkan, sudah menjadi kebiasaan di BUMN dan BUMD. Modusnya, lebih banyak terhadap sektor pajak.

Tak hanya itu, seluruh aspek di Indonesia sudah tidak luput dari korupsi. Korupsi terjadi sejak deal, pelaksanaan serta penyelenggaraan proyek. Dalam kasus ini, banyak ditemukan dengan modus melakukan penggelembungan harga ( mark up).

"Pengadaan barang fiktif, sudah ada barangnya dibeli lagi. Semuanya harus segera dibenahi. Hal ini bagian dari reformasi birokrasi," kata Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto dalam jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/12).

Bibit juga menyatakan bahwa sistem politik merupakan sumber korupsi terbesar di Indonesia. Pasalnya, sistem politik yang prokorupsi itu terlihat bahwa partai membiarkan politik uang dalam pemilukada dan pemilu, serta uang untuk kampanye pemilukada dan pemilu tidak pernah transparan.

“Parpol perlu membenahi internal mereka, agar tidak menjalankan politik uang. Korupsi itu sumbernya di sistem politik yang syarat dengan money politic," jelas purnawirawan Polri ini.

Kasus Century
Terkait kasus bailout Bank Century Rp 6,7 triliun, menurut Bibit, KPK mengalami kesulitan. Bahkan, butuh waktu bertahun-tahun untuk bisa menyelesaikan kasus tersebut. "Betapa sulitnya mengusut kasus itu. Amerika Serikat saja butuh waktu lima tahun," ujar dia.

Diungkapkan, penyelesaian kasus Century ini, tidak berdasarkan pada teori tapi alat bukti. KPK saat ini belum menemukan alat bukti. KPK tidak bisa memutuskan peningkatan sebuah kasus berdasarkan konflik teori. "Yang dikejar KPK adalah perbuatan yang disertai alat bukti," imbuhnya.

Penyelesaian kasus Century membutuhkan waktu, karena tidak mudah menelaah kasus tersebut. Selain itu, proses penyelesaian kasus Century tidak tergantung pada rekomendasi apakah kasus tersebut berdampak sistemik atau tidak. “Kasus Century sangat komplek. Ini yang membuat KPK memerlukan waktu mengusutnya,” tegas Bibit.

Sedangkan Ketua KPK Busryo Muqoddas menyatakan bahwa korupsi di Indonesia ada pada pejabat struktural. Biasanya ada kaitan dengan kepentingan politik dan kepentingan elite-elite politik. "Maka perlu pendidikan politik," ujarnya.

Sikap permisif, kata dia, juga merupakan akar dari korupsi. Sikap permisif antara lain misalnya politik uang dan rakyat aktif dalam menyuap pejabat. "Kalau mau ada efek jera, jangan hanya mengandalkan proses hukum, tapi masyarakat dididik agar tidak permisif terhadap korupsi," tutur Busyro.(mic/spr)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
Permohonan PKPU Makon Ditolak, Asianet Menghormati dan Mengapresiasi Putusan Pengadilan Niaga Jakpus

Komisi III DPR Minta Presiden Prabowo Tarik Jabatan Sipil Anggota Polri Aktif Usai Putusan MK

Gubernur Riau Abdul Wahid Jadi Tersangka KPK, Diduga Minta 'Jatah Preman' Rp 7 Miliar dari Nilai "Mark Up" Proyek Jalan

KPK OTT Gubernur Riau Abdul Wahid

 

ads2

  Berita Terkini
 
Permohonan PKPU Makon Ditolak, Asianet Menghormati dan Mengapresiasi Putusan Pengadilan Niaga Jakpus

Komisi III DPR Minta Presiden Prabowo Tarik Jabatan Sipil Anggota Polri Aktif Usai Putusan MK

Gubernur Riau Abdul Wahid Jadi Tersangka KPK, Diduga Minta 'Jatah Preman' Rp 7 Miliar dari Nilai "Mark Up" Proyek Jalan

KPK OTT Gubernur Riau Abdul Wahid

Viral Konten Dedi Mulyadi soal Sumber Air Aqua, Ini Klarifikasi AQUA

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2