JAKARTA (BeritaHUKUM.com) - Selain Profesional dalam bidangnya, para pelaku usaha pertambangan diharapkan juga memiliki kepedulian yang cukup besar terhadap lingkungan. Kondisi saat ini para pelaku usaha tambang banyak yang kurang peduli dengan kerusakan lingkungan di aera pertambangan yang di kelolanya. Dampak kerusakan lingkungan akibat ekploitasi tambang meninggalkan asa yang begitu mendalam di berbagai daerah.
Demikian benang merah, yang mengemuka dalam diskusi pertambangan yang digelar oleh Perhimpunan Mahasiswa Pertambangan Indonesia (Permata), di Jakarta Media Center (JMC), Selasa (15/05). Hadir dalam diskusi tersebut, Dirjen Mineral dan Batubara Departemen Pertambangan dan Eenergi, Drs. Edi Prasodjo, M.Sc, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia/ Indonesia Mining Association (API-IMA) dan Pakar Hukum Pertambangan Indonesia, DR Ade Ryad Chairil, Direktur Pengusaha Mineral, Ditjen Minerba, Ir. Dede Ida Suhendra, M.Sc, Dewan Penasehat Apemindo, M.S. Marpaung dan Ir.Jefry Mulyono selaku tokoh Pertambangan Indonesia.
Fokus dalam diskusi tersebut menyoroti tentang Peraturan Pemerintah No.24/2012 dan Peraturan Menteri No.07/2012, “Antara semangat Nasionalisme dan Keberlanjutan Industri Pertambangan Indonesia”
Dirjen Mineral dan Batubara Departemen Pertambangan dan Energi, Drs Edi Prasodjo, M.Sc, menegaskan, bahwa PP No.24/2012,sebagai perubahan dari PP No.23/2010. Semangat dari peraturan ini, jelas Edi untuk penataan kembali izin usaha pertambangan, untuk mineral bukan logam.Disamping itu,lanjut Edi, untuk member kesempatan lebih besar kepada peserta Indonesia untuk berpartisipasi dalam kegiatan usaha pertambangan, mineral dan batubara, mewajibkan modal asing untuk mengalihkan sebagian sahamnya kepada peserta Indonesia.
Edi Prasodjo juga menegaskan, PP No.24/2012 juga dalam rangka memberikan kepastian hukum bagi pemegang kontrak karya dan perjanjian pengusahaan pertambangan batubara yang bermaksud untuk melakukan perpanjangan dalam bentuk izin usaha pertambangan. “Ada beberapa pasal dalam PP 23/2010 yang mengalami perubahan,secara mendasar,”papar Edi Prasodjo.
Sementara itu menurut Pakar Hukum Pertambangan Indonesia, DR Ade Ryad Chairil,bahwa PP No.24/Th.2012 dan Pemraturan Menteri No.07/2012,banyak kekurangan disana,sini. Bahkan diakuinya secara jujur, dirinya kurang setuju dengan beberapa isi PP tersebut, karena semangatnya kurang pro kesejahteraan rakyat, sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945, khusnya pasal 33. Namun, lanjut Ade Ryad, mau bagimana lagi, berlarut-larutnya aturan tentang pertambangan selama ini, paling tidak ini sebagai pintu masuk untuk pembenahan permasalahan pertambahang yang ada di negeri kita.
Disisi lain, Syahrir AB,dari Assosiasi Pertambangan Indonesia (API),justru mempertanyakan suatu negara yang memiliki kandungan mineral begitu melimpah seperti Indonesia, apakah ini suatu pertanda berkah atau justru sebaliknya. Karena selama bertahun-tahun, rakyat dinegeri ini yang hidup ditengah-tengah alam yang begitu kaya akan sumber mineral, kenyataannya tidak bisa menikmati kekayaan alam tersebut.
Kondisi seperti ini, lanjut Syahrir AB, telah berjalan bertahun-tahun, baru sejak adanya reformasi, dominasi pengelolaan pertambangan yang dikuasai oleh perusahaan raksasa multinasional, mulai terkoyak. “Era otonomi daerah, justru menjadikan konsensi pertambangan di daerah menjadi komoditas politik, bagi para calon yang ingin maju sebagai kepala derah” ujar Syahrir. (bhc/rat)
|