JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Pihak kepolisian membenarkan adanya pembakaran puluhan rumah dan pengusiran warga adat Pekasa di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada Rabu (21/12) lalu. Namun, belum bisa dipastikan pelakunya adalah polisi dan tentara.
Kapolda NTB berserta jajarannya sudah turun ke lapangan dan sedang melakukan pengumpulan informasi. “Benar, telah terjadi pembakaran dan pengusiran masyarakat adat. Lokasi di Lunyuk, perbatasan Sumbawa Barat. Kapolda sudah turun ke sana," kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Saud Usman Nasution kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (23/12).
Menurut dia, tim yang yang dipimpin Kapolda NTB itu juga masih menelusuri pihak mana yang bertanggung jawab dalam tindakan pembakaran tersebut. Aparat juga masih mengembangkan kasus ini untuk mengetahui motif pembakaran dan pengusiran itu. Pihaknya juga belum dapat memastikan lahan yang digunakan warga adat Petasa itu adalah milik PT Newmont Nusa Tenggara (NNT).
“Tapi berdasarkan informasi sementara, pembakaran terjadi terhadap rumah adat dengan 20 KK (Kepala Keluarga-red) yang mendiami lokasi hutan lindung. Ini masyarakat campuran. Ada yang dari Lombok, Sumbawa dan Sulawesi. Mereka sudah tujuh tahun mendiami daerah itu,” jelas mantan Kadensus 88 Antiteror Polri tersebut.
Saud juga belum bisa memastikan pelaku pembakaran itu adalah polisi dan tentara. Sebab, pihaknya masih melacak pelakunya. Begitu pula dengan status tanah itu, apakah benar-benar tanah adat atau hutan lindung. Jika benar sebagai tanah adat, harus diketahui status serta peruntukannya. “Nanti kami akan cari bukti. Jika benar pelakunya aparat atau bukan, tetap akan diproses tuntas,” tegas dia.
Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Mahir Takaka menyatakan bahwa 50 rumah adat Pekasa dibakar dan warga diusir dari tanahnya itu. Pelakunya diduga oknum polisi dan tentara yang merupakan penjaga kawasan pertambangan Newmont.
Selain membakar rumah warga, Mahir juga menyebutkan bahwa polisi menahan Kepala Adat Pekasa dan telah mengosongkan kampung tersebut. Pengusiran memuncak pada 2011. Hal ini bermula saat perusahaan masuk dan mulai proses eksplorasi sudah masuk wilayah adat Pekasa
Masyarakat malah diminta meninggalkan wilayah kampungnya. Warga tidak boleh lagi mengolah wilayah adat mereka, terutama dalam wilayah hutan. Tapi masyarakat adat Pekasa menolak, karena hanya hutan itulah yang menjadi satu-satunya sumber penghidupan mereka dan keluarganya.
Masyarakat Adat Pekasa sudah terusir sejak wilayahnya ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung pada 1984. Masalah pun bertambah setelah PT Newmont memiliki kontrak karya untuk melakukan penambangan di wilayah itu.
Akibat pembakaran dan pengusiran itu, puluhan warga adat Pekasa terpaksa mengungsi ke masjid. Namun, Gubernur NTB Zainul Majdi membantah adanya aksi tersebut. Menurutnya, tidak ada hak rakyat yang dikorbankan, karena masyarakat yang menyerobot lahan hutan secara ilegal.(tnc/bie)
|