JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Rencana kenaikan bahan bakar minyak (BBM) yang akan dilakukan pemerintah, mengundang kontroversi. Sejumlah politisi pun mempertanyakan perubahan APBN Perubahan 2012 yang diajukan pemerintah, apakah untuk membela rakyat atau untuk kepentingan pihak tertentu.
Bahkan, ada upaya dari pemerintah untuk memaksakan DPR membahasnya dengan cepat. “Kami patut mempertanyakan kepada pemerintah dalam kerangka bela siapa, apakah bela rakyat?" kata politisi PDIP Arif Budimanta di gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (6/3).
Menurut dia, pemerintah juga dinilai lamban dalam menyerahkan RUU APBN P tersebut. Hal ini membuat DPR hanya memiliki waktu 20 hari untuk membahasnya. Akibat lambannya kerja pemerintah dalam mengajukan APBN P, maka akan berimplikasi kepada dua hal.
“Hal pertama dalah respon pasar sangat negatif. Sedangkan yang kedua, harga kebutuhan pokok terus membumbung. Apalagi terkait ada wacana kenaikan BBM. Akibatnya, harga-harga mulai tak terkendali, meski harga BBM belum naik,” kata anggota Komisi XI DPR RI itu.
Tapi DPR punya kewajiban membahas secara komprehensif, teliti, harus detail terkait perubahan-perubahan yang dilakukan pemerintah. "Jangan sampai kenaikan harga minyak dunia dan suasana krisis di dunia, dijadikan momentum dan alasan untuk menginternalisasi anggaran-anggaran yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan rakyat dan pembangunan," tegas Arif.
Sementara itu, Ketua DPP Partai Hanura Akbar Faizal secara tegas menyatakan bahwa partainya menolak rencana pemerintahan SBY-Boediono yang akan menaikkan harga BBM. Upaya ini merupakan tindakan lepas tangan Pemerintah dalam mengelola sumber energi yang dimiliki Bangsa ini.
"Menaikkan harga BBM adalah skenario terakhir. Masih banyak cara yang bisa ditempuh Pemerintah, tetapi tidak harus menaikkan BBM. Jangan karena gagal mengelola sumber energi, lalu rakyat yang dibebankan dengan cara menaikkan harga BBM," paparnya.(gnc/rob
|