JAKARTA, Berita HUKUM - Kepolisian akhirnya membeberkan isi tulisan (narasi) atau percakapan group WhatsApp (WAG) bernama KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) Medan soal aksi demonstrasi massa menolak UU Cipta Kerja atau Omnibus Law yang terjadi beberapa waktu lalu.
Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Argo Yuwono mengungkapkan, dalam percakapan group WA itu, tim penyidik menemukan sejumlah kalimat atau pesan yang bernada ujaran kebencian dan bernuansa hasutan.
Argo menyebut, anggota group WA KAMI Medan berinisial JG (Juliana) itu menulis kalimat yang diduga berisi penghasutan.
"Batu kena satu orang, bom molotov bisa kena 10 orang. Buat skenario seperti 1998, penjarahan toko cina dan rumah-rumahnya, preman diikutkan untuk menjarah," tulis JG di group WA KAMI Medan seperti dibacakan Argo, saat konferensi pers, di gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (15/10).
Atas dasar tulisan itu, JG ditangkap oleh tim Tindak Pidana Siber Polri pada tanggal 9 Oktober 2020 di Medan. Dari tangan tersangka, polisi mengamankan barang bukti berupa bom molotov.
"Kata-katanya seperti itu, makanya kita mendapatkan bom molotovnya ini," ucap Argo, seraya menunjuk foto barang bukti tersebut.
Diberitakan sebelumnya, Mabes Polri menangkap empat orang yang tergabung dalam group WhatsApp KAMI Medan. Mereka berinisial KA (Khairi Amri), JG (Juliana), NZ dan WRP (Wahyu Rasari Putri).
"Dari empat tersangka ini yang pertama KA ini dia perannya adalah sebagai admin WAG (WhatsApp Group) Medan KAMI," imbuhnya.
Dia menerangkan, salah satu kalimat pernyataan tersangka KA yang dinilai mengandung unsur ujaran kebencian dan penghasutan ialah menyebut Gedung DPR RI sebagai kantor sarang maling dan setan. Selain itu, KA juga disebut turut melakukan provokasi untuk melakukan penyerangan terhadap Gedung DPRD Sumatera Utara dan Polisi.
"Kemudian juga ada tulisannya kalian jangan takut dan jangan mundur. Ada di WAG ini yang kita jadikan barang bukti," ujar Argo.
Seperti diketahui, aksi demonstrasi tolak UU Cipta Kerja atau Omnibus Law pada tanggal 8 Oktober 2020 yang digelar di hampir seluruh provinsi di Indonesia oleh sejumlah elemen masyarakat, terutama buruh dan pekerja telah menimbulkan kericuhan di beberapa wilayah. Kericuhan itu pun disebut-sebut terjadi lantaran banyak berita bohong (hoax) yang beredar terkait isi pasal UU Ciptaker tersebut.(bh/amp) |