JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Kepolisian mengakui telah berhasil menangkap Neneng Sriwahyuni, saat penenagkapan terhadap Muhammad Nazaruddin di Kolombia pada awal Agustus 2011 lalu. Namun, polisi harus melepaskannya lagi, karena Nenang saat itu belum ditetapkan sebagai buronan Interpol.
"Pada saat Nazaruddin ditangkap di Kolombia, status Neneng belum jadi tersangka. Saat itu red notice juga belum dikeluarkan bagi Neneng, makanya tidak ada istilah satu paket (penangkapan)," kata Kabag Kejahatan Internasional Divhubinter Polri, Kombes Pol. Hasan Malik di gedung Transnational Crime Centre (TNCC), Jakarta, Senin (19/12).
Menurut dia, belum dikeluarkannya red notice oleh penyidik, membuat pihak kepolisian tidak berwenang melakukan penangkapan Neneng Sri Wahyuni di negara lain. Sementara Nazaruddin cepat ditangkap dengan pengusiran dari Kolombia karena yang bersangkutan melakukan pelanggaran imigrasi dan paspor ilegal.
Sedangkan terkait keberadaan istri Nazaruddin itu, hingga kini belum diketahui pelariannya. Beberapa negara yang menjadi anggota polisi internasional (interpol), sudah menginformasikan secara rutin ke Indonesia. “Hasilnya nihil,” papar dia.
Namun, tegas dia, pencarian dan penangkapan terhadap tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan dan supervisi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Kemenakertrans pada 2008 itu, kini menjadi prioritas Interpol. “Sekarang jadi prioritas, agar bisa langsung dideportasi," ujarHasan.
Penentuan skala prioritas dalam perburuan buronan Interpol, ungkap dia, ditetapkan kalau buronan tersebut tidak terdeteksi keberadaannya. "Prioritas ditetapkan juga apabila ada tuntutan dari publik agar kasusnya cepat dituntaskan," jelas dia.
Diungkapkan, saat ini ada tiga orang yang menjadi prioritas dari Indonesia dalam perburuan Interpol. Mereka tersebut yakni Neneng Sri Wahyuni, dan dua orang tersangka kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, Samadikun Hartono dan Hendra Wijaya.
Sebelumnya, tersangka kasus cek pelawat Nunun Nurbaeti juga telah masuk daftar prioritas. Sejak 2004, sudah ada 57 orang buron asal Indonesia yang masuk ke dalam daftar red notice Interpol. Beberapa kesulitan menangkap mereka, karena disebabkan perbedaan sistem hukum dan belum adanya perjanjian ekstradisi terhadap negara para buron tersebut bersembunyi.(dbs/bie)
|