JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Tim khusus Mabes Polri telah menuntaskan audit internal atas dana yang diterima anggota kepolisian dari PR Freeport Indonesia. Namun, hasilnya belum dapat diumumkan kepada publik, karena dalam tahap penyusunan. Dijanjikan laporan itu baru dipublikasikan pada Senin (14/11) pekan depan.
Namun, Kadiv Humas Polri Irjen Pol. Saud Usman Nasution kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (11/11), berani memastikan tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan anggota Polri yang menerima danaFreeport tersebut.
“Memang benar bahwa 365 personel polisi yang tergabung dalam Satgas pengamanan areal tambang PT Freeport, masing-masing menerima uang saku Rp 1,25 juta per bulan. Hitungan membengkak menjadi 14 juta dolar AS, karena Freeport juga memberikan sarana dan prasarana hingga sejumlah jasa.
Menurut dia, aturan yang dijadikan acuan sehingga Polri bisa mengklaim dana dari Freeport tersebut adalah legalm antara lain Keppres Nomor 63/2004 tertanggal 5 Oktober 2004 tentang Polri sebagai penanggung jawab pengamanan objek vital nasional, Kepmen ESDM Nomor 1762/2007 tentang Freeport termasuk perusahaan tambang termasuk objek vital nasional.
Selanjutnya, Kapolri mengeluarkan keputusan buku pedoman teknis Nomor 736/2005 yang salah satu bab mengatur biaya pengamanan obyek vital nasional dibebankan kepada pihak yang diamankan. Berarti, dalam hal ini Freeport.
Sebagai realisasinya, Presdir Freeport Armando Bahler dan Kapolda Papua saat itu, Irjen Pol. Bekto Soeprapto—yang kini menjabar Wakabareskrim—menandatangani nota kesepahaman (MoU) pada 8 Maret 2010. "Sementara demikian seperti itu (sesuai prosedur). Jelas ini legal, karena aturan sudah ada," tutur Saud.
Sebelumnya, Mabes Polri menurutnkan tim khusus untuk melakukan audit internal atas penerimaan dana Freeport tersebut. Tim khusus yang terdiri dari Dipropam, Irwasum dan Baharkam Polri itu, bekerja selama dua minggu. Sejumlah petinggi Polda Papua juga dimintai keterangan. Begitu pula dengan sejumlah petinggi Freeport.(dbs/bie)
|