JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Setelah desakan makin deras, akhirnya polisi berencana menyelidiki laporan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Ashar terkait pesan singkat (SMS) yang menjadi salah satu dasar putusan kasus pembunuhan mantan Dirut PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) Nasrudin Zulkarnaen.
"SMS yang disampaikan oleh pengacaranya Pak Antasari sudah diterima oleh kita. Kan kasusnya ditangani Polda Metro. Kemudian itu handphone dan sebagainya, barang bukti masih di sana. Sekarang lagi dilakukan penyelidkan. Dipelajari dimana SMS berada. Ini masih dikerjakan. Tunggu saja hasil penyelidikan," kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Anton Bachrul Alam di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (8/9).
Polisi, lanjutnya, akan serius menanggapi laporan tersebut. Laporan itu sedang ditangani oleh Unit Cyber Crime, Direktorat Kriminal Umum, Polda Metro Jaya.
Sebelumnya, Antasari Ashar melalui pengacaranya melapor ke Badan Reserse Kriminal Polri, Kamis (25/8). Pihak Antasari meminta agar polisi mengusut SMS yang menjadi salah satu dasar putusan kasus pembunuhan Nasrudin. Pada persidangan kasus itu, ahli Teknologi Informasi (TI) dari Institut Teknologi Bandung, Agung Harsoyo, menyebut tak ada SMS yang dikirimkan Antasari.
Dalam persidangan, Agung menuturkan hasil pemeriksaan Call Detail Records di empat operator seluler disimpulkan bahwa tidak ditemukan SMS ancaman dari Antasari ke Nasrudin, seperti yang tertulis dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Salah satu pemeriksaan CDR juga menyebut ada SMS ke nomor Nasrudin dari nomor yang tak teridentifikasi. Agung mengatakan pengiriman SMS dengan nomor tak teridentifikasi diduga dikirim melalui web server.
KY Sesalkan MA
Sementara itu, anggota Komisi Yudisial (KY) Taufiqurahman Syahuri mengatakan, rapat pimpinan Mahkamah Agung yang menolak rekomendasi KY yang menonpalukan 3 hakim dalam perkara Antasari Azhar, telah melampaui batas kewenangannya. Penolakan MA melalui mekanisme Rapim MA sudah menyalahi hukum tata negara, karena melampaui kewenangannya.
"Dari sisi hukum tata negara, putusan sidang kode etik KY yang menjatuhkan sanksi pelanggaran kode etik hanya bisa dinilai Majelis Kehormatan Hakim, bukan oleh Rapim MA," kata dia.
Menurut Taufiq, rapim MA sama sekali tidak berwenang menolak usulan penjatuhan sanksi dari KY. "Semestinya MA meneruskan saja ke MKH atau mengeksekusinya. Bukan malah melalui mekanisme Rapim," tambah Taufiqurahman.
Dalam ketentuannya, kata dia, keputusan sidang etik KY hanya bisa diputuskan melalui mekanisme Majelis Kehormatan Hakim (MKH) dan bukan rapim. Adapun MKH terdiri atas tujuh orang dengan komposisi empat orang dari unsur KY dan tiga orang dari unsur MA.
Seperti diketahui, tiga hakim PN Jakarta Selatan yaitu Hery Swantoro, Nugroho Setiadji dan Ibnu Prasetyo oleh KY dinilai melanggar kode etik dan profesionalitas hakim. Mereka direkomendasikan sanksi sebagai hakim nonpalu selama enam bulan. Namun, Ketua MA Harifin A Tumpa secara tegas menolak rekomendasi KY tersebut.(mic/bie/wmr)
|