JAKARTA, Berita HUKUM - “Wah, bagus yah!” seru Presiden Joko Widodo yang terkagum menyaksikan hologram pembacaan teks proklamasi oleh Presiden Pertama RI Soekarno. Hologram tersebut disaksikan Presiden sesaat setelah meresmikan Pusat Sejarah Konstitusi yang berada di lantai 5 dan lantai 6 gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta.
Kekaguman Presiden dan jajarannya dimulai saat menginjakkan kaki di Pusat Sejarah Konstitusi yang dibangun di atas areal seluas 1.462,5 meter persegi tersebut. Kehadiran mereka disambut oleh pantulan holo screen dari sembilan Hakim Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi. Kemudian, usai membubuhkan tanda tangan di atas prasasti sebagai simbol peresmian, Presiden diajak menyusuri tiap zona dari Pusat Sejarah Konstitusi didamping Ketua MK Hamdan Zoelva, Sekretaris MK Janedjri M. Gaffar, dan para hakim konstitusi. Dengan wajah semringah, Presiden mendengarkan penjelasan dari Sekjen MK sambil memperhatikan tiap sudut pusat sejarah.
Pusat Sejarah Konstitusi yang dibangun sejak tahun 2013 merupakan wahana yang mendokumentasikan dinamika perjalanan sejarah konstitusi dan Mahkamah Konstitusi yang ditampilkan melalui perpaduan informasi, seni, dan teknologi. Pusat Sejarah Konstitusi dibagi ke dalam delapan zona, yakni Zona Pra Kemerdekaan, Zona Kemerdekaan, Zona UUD 1945, Zona Konstitusi RIS, Zona UUDS 1950, Zona Kembali ke UUD 1945, Zona Perubahan UUD 1945, dan Zona Mahkamah Konstitusi. “Secara umum, Pusat Sejarah Konstitusi ini didesain untuk menghadirkan kembali sejarah konstitusi ke tengah-tengah masyarakat secara runtut, utuh, sistematis, dan objektif,” ujar Janedjri.
Dalam sambutannya, Ketua MK mengatakan tujuan pembangunan Pusat Sejarah Konstitusi adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar kewenangan Mahkamah Konstitusi, sekaligus sebagai upaya untuk menumbuhkan dan meningkatkan budaya sadar berkonstitusi, antara lain dengan menyajikan rentetan kronologi sejarah konstitusi dan Mahkamah Konstitusi secara sistematis agar sejarah menjadi lebih atraktif dan mudah dipahami.
Selain itu, Pusat Sejarah Konstitusi merupakan wujud kontribusi MK dalam membangun bangsa. “Meminjam kata-kata Presiden Soekarno, bangsa besar ialah bangsa yang menghargai sejarah bangsanya!, maka bangsa yang lupa diri akan sejarah bangsanya, selain menunjukkan kekerdilan bangsa itu, juga merupakan bangsa yang lalim dan ceroboh,” ujarnya, Jumat (19/12).
Seiring dengan itu, lanjut Hamdan, di atas Pusat Sejarah Konstitusi, terpatri harapan agar generasi penerus bangsa untuk benar-benar memahami dan menghargai sejarah bangsa dan sejarah konstitusinya. “Dalam hal ini, sejarah bangsa dan sejarah konstitusi amat identik. Sejarah konstitusi mencerminkan sejarah bangsa. Begitu pula sebaliknya. Pada saat sejarah konstitusi ditorehkan, di situ pula sejarah bangsa diukir dengan tinta-tinta yang abadi,” imbuhnya.
Kepada wartawan usai acara peresmian, Hamdan menjelaskan, Pusat Sejarah Konstitusi ini terbuka untuk dikunjungi oleh seluruh lapisan masyarakat, tanpa dipungut biaya. “Masyarakat, terutama para siswa SD, SMP, SMA, ataupun para mahasiswa dipersilakan belajar konstitusi di sini,” imbuhnya.(LuluHanifah/mk/bhc/sya) |