JAKARTA, Berita HUKUM - Setelah menimbang berbagai aspek, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Pertamina untuk meninjau kembali kenaikan harga elpiji 12 kilogram dalam kurun waktu 1 x 24 jam.
"Sebagai pemegang saham Pertamina, Pemerintah mendorong Pertamina melanjutkan peninjauan kembali atas kebijakan kenaikan harga tersebut," kata Presiden SBY dalam keterangan pers seusai rapat terbatas di Pangkalan TNI-AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu (5/1) sore.
Peninjauan kenaikan harga elpiji tersebut, lanjut Presiden SBY, tetap melalui prosedur dan mekanisme yang diatur undang-undang. "Saya meminta Pertamina bersama-sama menteri terkait menyelesaikan peninjauan tersebut dalam kurun waktu satu hari, 1 x 24 jam," SBY menegaskan.
Keputusan untuk melakukan peninjauan kembali atas kenaikan harga elpiji 12 kg diambil setelah hampir 2,5 jam rapat kabinet terbatas yang dipimpin SBY, dan dihadiri Wapres Boediono. Dalam rapat tersebut dibahas berbagai aspek dengan memahami kewenangan dan kewajiban baik Pemerintah maupun PT Pertamina (Persero) sebagai korporat.
"Juga mendengarkan dan memperhatikan aspirasi mayoritas masyarakat kita, utamanya yang berkaitan dengan permasalahan ekonomi yang mereka hadapi," Presiden menyampaikan.
Menurut Presiden, kesimpulan yang didapat dari rapat tersebut adalah alasan dan tujuan kenaikan harga elpiji 12 kg oleh Pertamina utamanya didorong oleh hasil pemikiran BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Dalam auditnya BPK menemukan kerugian Pertamina sebesar Rp 7,7 triliun. Kerugian itu disebabkan utamanya oleh harga elpiji 12 kg yang dianggap terlalu rendah.
Padahal, lanjut Presiden SBY, elpiji golongan itu tidak termasuk yang mendapat subsidi, berbeda dengan elpiji 3 kg yang bersubsidi. "BPK dalam pemeriksaannya juga merekomendasikan dilaksanakannya kenaikan harga elpiji 12 kg untuk mengurangi kerugian Pertamina," SBY menjelaskan.
Presiden SBY nenegaskan, Pemerintah berpandangan kebijakan tentang harga elpiji yang tidak disubsidi memang menjadi kewenangan PT Pertamina (Persero) sebagai korporat. Namun, pemerintah memiliki kewajiban melihat secara utuh dampak sosial dan ekonomi atas kenaikan elpiji 12 kg yang dinilai masyarakat terlalu tinggi.
Pemerintah juga berprinsip, sebagaimana Pertamina, negara tidak mungkin terus-menerus rugi dalam kasus elpiji ini. "Namun, penyesuaian dan kenaikan harga harus mempertimbangkan kemampuan dan daya beli masyarakat dan dapat ditempuh dalam tahapan yang tepat sehingga tidak menyulitkan masyarakat," ujar Presiden.
Dalam keterangan ini, SBY juga mengundang BPK untuk melakukan konsultasi dengan Pemerintah agar solusi dan tindakan yang dilakukan Pertamina terkait kenaikan harga elpiji 12 kg sesuai dengan audit dan solusi yang diberikan oleh BPK. "Besok, Senin 6 Januari 2014, harapan saya konsultasi rampung dilaksanakan," Presiden SBY menandaskan.
Sebagaimana diketahui, per 1 Januari 2014 Pertamina menaikkan harga elpiji nonsubsidi untuk tabung 12 kilogram, dengan rata-rata kenaikan Rp 3.959 per kilogram. Menurut pihak Pertamina, kenaikan ini antara lain merupakan salah satu temuan BPK yang menilai beban subsidi terhadap gas elpiji terlampau besar.(fbw/pdn/bhc/rby) |