JAKARTA, Berita HUKUM - Penangkapaan tiga petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), yakni Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan Anton Permana harus segera direspon presidium KAMI. Yaitu, Gatot Nurmantyo, M. Din Syamsuddin, dan Rochmat Wahab.
Khusus Gatot yang sering tampil di depan dan merupakan mantan Panglima TNI, harus turun tangan membackup anggota KAMI yang digelandang ke Bareskrim Polri. Pasalnya, hal itu merupakan salah satu bentuk tanggung jawab seperjuangan sesama KAMI.
"Sejatinya GN harus turun tangan. Dalam perjuangan, satu terluka, maka semua merasa terluka. GN harus membela rekan-rekan seperjuangannya," kata pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (13/10).
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini juga menyesalkan penangkapan terhadap warga negara yang berbeda sikap terhadap pemerintah. Adapun soal pasal yang dituduhkan tentang berita bohong, aparat harus hati-hati.
"Pemerintah tak bisa dan tak boleh menangkap orang seenaknya. Menangkap masyarakat dan tokoh yang berseberangan dengan pemerintah. Soal berita bohong atau tidak, aparat harus hati-hati. Karena berita bohong versi siapa?" kata Ujang Komarudin.
"Menebar berita bohong memang dilarang dan tidak boleh. Siapapun tak boleh melakukannya. Namun tuduhan itu kan belum tentu benar," imbuhnya menambahkan.
Jangan sampai, tekan Ujang Komarudin, orang-orang yang kritis terhadap pemerintah lalu ditangkapi.
"Dan jika dihubungkan dengan KAMI. Bisa saja sedang membungkam aktivis-aktivis KAMI," pungkasnya menutup.
Sebelumnya, Syahganda Nainggolan ditangkap oleh petugas dari Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri.
Polisi menangkap Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan Anton Permana lantaran diduga melanggar kasus dugaan tindak pidana UU Informasi Transaksi Elektronik (ITE).
Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono membenarkan personel Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri melakukan penangkapan terhadap Syahganda dkk.
"Ya ditangkap tadi pagi pukul 04.00 WIB," kata Brigjen Awi Setiyono saat dikonfirmasi, Selasa (13/10).
Awi mengatakan, penangkapan petinggi KAMI ini terkait dengan pelanggaran UU ITE dengan sangkaan Pasal 14 Ayat (1) dan Ayat (2) dan atau Pasal 15 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan atau Pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU 19/2016 tentang ITE.
Sementara, penangkapan Sekretaris Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Syahganda Nainggolan, oleh jajaran Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri mengagetkan banyak pihak.
Salah seorangnya ialah Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahterah (DPP PKS), Mardani Ali Sera.
"Ini ujian bagi demorkasi," ujar Mardani.
Perkara yang dialami Syahganda Nainggolan, lanjut Mardani, terkait dengan dugaan pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Menurutnya, UU ITE seringkali dijadikan dasar penangkapan terhadap orang-orang yang menyampaikan pendapat kepada pemerintah.
"Selama ini UU ITE sering dijadikan dasar penangkapan. Padahal mestinya didudukkan proporsinya sesuai dengan hak dasar kebebasan menyampaikan pendapat dan hak berserikat," ungkapnya.
Karena itu, Mardani menyinggung kembali soal pasal karet di dalam UU ITE yang bisa menyandra kebebasan berpendapat, seperti yang dialami Syahganda Nainggolan.
"Kami, PKS sudah menggagas agar ada revisi dalam pasal UU ITE, khususnya yang sering dijadikan dasar penangkapan atau proses hukum berbasis postingan di social media," demikian Mardani Ali Sera.
Hal senada juga disampaikan Aktivis HAM, Natalius Pigai ikut mengecam penangkapan tiga petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yakni Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan Anton Permana.
Menurut Natalius Pigai, pemeritah dan negara tidak boleh berbuat seenaknya terhadap rakyatnya.
"Pemerintah tidak boleh melarang hak-hak fundamental; kebebasan berpikir, berperasaan, dan berpendapat," kata dia di akun Twitter @NataliusPigai2, Selasa (13/10).
Di mata Natalius Pigai, pemerintahan saat ini telah melakukan kriminal terhadap demokrasi.
"Jika hak-hak elementer saja dilarang negara, maka negara sudah lakukan tindakan kriminal terhadap demokrasi, dan negara semakin destruktif terhadap hak hidup rakyatnya," tutup mantan Komisioner Komnas HAM RI ini.
Penangkapaan Sekretaris Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelematkan Indonesia (KAMI) Syahganda Nainggolan oleh Bareskrim Polri membuat prihatin para deklarator. Salah satunya, Marwan Batubara.
Menurut Marwan, pihaknya sangat menyesalkan penangkapan aktivis KAMI. Dia berharap kepolisian tidak sebatas menangkap kemudian baru mencari-cari kesalahan di akhir.
"Kita prihatin dan kita menolak kalau tidak ada delik, alat bukti yang menyebabkan dia harus ditangkap. Jangan sampai nanti ditangkap dulu baru dicari alat buktinya," kata Marwan kepada wartawan, Selasa (13/10).
Marwan memastikan, KAMI akan memberikan bantuan hukum kepada Syahganda Nainggolan yang telah digelandang ke Bareskrim Polri.
"Saya kira ada bantuan hukum, tidak mungkin ditinggal," tegasnya.
Menurut Marwan, di rezim sekarang ini alat bukti bisa dibuat-buat untuk melakukan penangkapan terhadap warga negaranya sendiri.
Karena itu, KAMI menolak apabila alat bukti yang digunakan dalih penangkapan Syahganda Nainggolan tidak kuat bahkan tidak ada sama sekali.
"Kadang-kadang, kalau memang perlu ditangkap delik-deliknya kan bisa dicarikan, bisa dibuat-buat kalau sudah yang namanya rezim yang berkuasa yang menghalalkan segala cara," tandasnya.(RMOL/bh/sya)
|