JAKARTA, Berita HUKUM - Prof. Farouk Muhammad Wakil Ketua DPD RI menyampaikan bahwa, wacana Bela Negara yang santer akan menjadi program Kemenhan tersebut erat kaitannya dengan maksud untuk membangkitkan rasa semangat nasionalisme, rasa semangat cinta tanah air, pada saat sesi diskusi Forum Senator Untuk Rakyat (FSUR) bertema "Pemuda dan Bela Negara" yang berlangsung di kawasan Cikini, Jakarta Pusat pada, Minggu (1/11).
Beliaupun menjelaskan dimana rasa semangat nasionalisme bila ditelusuri berdasarkan pengalaman sejarah bangsa dan negara Indonesia dapat ditinjau dari sebelum kemerdekaan dan sesudah kemerdekaan, di situlah ada Nasionalisme. Dimana menurutnya Gelombang Pertama (I), memang bela negara untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan, yakni saat masa sebelum kemerdekaan. Sehingga, dominan pada kemampuan militer yang ditanamkan ke rakyat untuk ancaman yang pada umumnya bersifat militer.
Selanjutnya, pada Gelombang Kedua (II), berbeda, bukannya merebut kemerdekaan lagi, Karena ketika itu kita telah merdeka. Maka untuk mengisi kemerdekaan, dikarenakan selain ada ancaman bersifat militer maupun ancaman dalam dan luar negeri.
Setelah itu sekarang, babak akhir abad yang lalu hingga sekarang, masuk dalam masa nasionalisme kebangkitan. Menurut Farouk Muhammad wakil Ketua DPD RI memasuki Gelombang ketiga (III), Indonesia yang Baru. "Baru' dalam wajahnya, namun isinya tetap 'Indonesia Merdeka' seperti yang waktu itu (era tahun 1945)," ujarnya.
Sebenarnya tidak jauh berbeda dengan gelombang I dan II. Porsi Bela Negara bukan semakin kecil, namun porsinya semakin membesar. Dalam artian hal kemampuan bela negara yang bersifat non fisik, bahkan konteksnya keahlian," kata Guru Besar bidang Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana tersebut.
Jika ingin membangun semangat Bela Negara, semangat nasionalisme dan rasa, semangat cinta tanah air, Farouk menyampaikan, "Itu dimana penyelenggara negara menunjukan / melakukan tugas, fungsi dan peran sesuai dengan akuntabilitas publik, good government, clean government." jelasnya, kepada wartawan di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (1/11).
Bila melihat dan memandang beberapa gelombang aksi unjuk rasa belakangan ini, yang ditujukan ke penyelenggara negara dari kelompok masyarakat (ormas), mahasiswa dan elemen tertentu seperti buruh. Wakil DPD RI ini-pun mengatakan dan mempertanyakan, mengapa kok bangsa kita seperti ini. Orang-orang kok tidak punya rasa cinta tanah air sih, yang demo / unjuk rasa mungkin 'the way' cara dia unjuk rasa patut kita sesalkan, "Jika ini tidak ditangani, inilah yang menjadi ancaman yang berbahaya," cetusnya, mengingatkan.
"Konsep Bela Negara harus disesuaikan dengan ancaman itu. Porsinya juga masuk ke penyelenggara negara, mendorong dalam rangka menciptakan Profesionalisme. Saya tidak senang jika berbicara hanya profesionalisme tanpa amanah dan akuntabilitas," tambah Farouk yang merupakan Guru Besar PTIK (sampai sekarang).
Paling menjadi terutamanya, "kalau 'abuse of power' masih terjadi, memang dampaknya dikit. Namun, dengungannya akan terdengar ke yang lain," paparnya, menceritakan yang kemudian cerita abuse of power bisa saja merajalela.
Maka masyarakat pada titik tidak percaya pada penyelenggara negaranya. jika kepercayanan kepada penyelenggara negara menurun, dan berarti ini bisa keropos dari dalam.
"Tidak mungkin cinta tanah air dibangkitkan secara individual, namun dibangun secara kebersamaan (Koloektifitas)." jelasnya.
Beliaupun mengambil contoh analogi seperti yang dilakukan di Jerman, yang membangun dimana warga negaranya menjalankan praktek-praktek pekerjaan yang terkait dengan sipil, melanggengkan pelayanan publik.(bh/mnd) |