ACEH, BeritaHUKUM - Ketua Komunitas Korban HAM Aceh Utara (K2HAU), Samsul Bahri, mendesak kepada pemerintah Aceh agar segera mengesahkan Qanun Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
Kepada pewarta BeritaHUKUM.com, Kamis (24/10), dia mengatakan bahwa pemerintah belum ada keseriusan dalam upaya pemberian perlindungan dan pengungkapan kebenaran terhadap para korban yang sampai saat ini belum mendapatkan hak-haknya itu.
"Sampai saat ini masih banyak korban yang belum mendapatkan hak-haknya," jelas Samsul.
Menurutnya, qanun KKR yang merupakan semangat MoU Helsinki, delapan tahun silam, hingga tahun ketahun berjalan Qanun ini tak kunjung selesai, dan padahal atas desakan aktifis, pegiat dan LSM peduli HAM pada tahun 2010 lalu, DPRA sudah berjanji akan memprioritaskan Qanun KKR, namun saat ini DPRA menyebutkan masih mengalami kesulitan.
"Apa yang menjadi persoalan, mengapa dengan qanun-qanun lainya tidak sulit disahkan, padahal KKR lebih penting," ucapnya.
Dia mengatakan, pemerintah jangan memanfaatkan qanun-qanun tersebut hanya untuk kepentingan politis saja, tetapi harus benar-benar merealisasikan qanun yang menjadi prioritas seperti qanun KKR ini. Karena menurutnya esensi dari KKR tak ada urusannya dengan soal balas dendam.
KKR juga bukanlah suatu lembaga pengadilan untuk penghukuman. Keberadaan komisi itu harus dibaca dalam kerangka bagaimana suatu pemerintahan dapat menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM, serta memfokuskan kepada hak korban, yang susah didapatkan melalui Pengadilan HAM, termasuk Pengadilan HAM Ad Hoc.
K2HAU berharap kepada pemerintah agar jangan terlalu mementingkan qanun-qanun sesaat yang bermuatan politis seperti yang tengah dibahas DPRA mengenai Qanun No.8/2012 tentang Wali Nangroe, dan ironisnya alokasi anggaran yang diusulkan oleh DPR Aceh sangat fantastis mencapai Rp 50 miliar dengan menggunakan anggaran pendapatan belanja daerah Aceh (APBA).
Padahal, subtansi WN tersebut hanya membidangi adat istiadat Aceh, mengapa anggaran pengukuhannya segitu banyak. "Ini perlu dievaluasi kembali, apalagi persoalan lembaga dan pemangkunya juga masih menuai kontroversi dari banyak kalangan."(bhc/sul). |