JAKARTA, Berita HUKUM - Tokoh dan Aktivis senior asli Betawi H. Ridwan Saidi menyampaikan tanggapan pasca penetapan Ahok sebagai Tersangka (TSK) dan dicegah keluar negeri oleh pihak Polri., Ia beranggapan bahwa pada kasus Gubernur non aktif Basuki Tjahya Purnama (Ahok) ini merasa berbeda dan terlihat juga sepertinya Ahok memiliki over convidence yang cukup luar biasa.
Ridwan mengulas kalau Ahok memiliki kepercayaan diri yang berlebihan, bila ditelisik saja penetapan status TSK saja 6 minggu, terlalu lama. "Dulu Arswendo saja langsung ditangkap. Ini ada special treatment, mestinya semua warga negara sama kedudukannya dalam hukum," ungkap Ridwan Saidi, saat manjadi narasumber di Rumah Amanah Rakyat (RAR) pada gelar diskusi bertajuk, "Pasca Ahok Tersangka dan Memaknai Safari Politik/ Show Of Force Jokowi" bertempat di Menteng Jakarta Pusat pada, Kamis (17/11).
"Bahkan bisa diindikasikan ini ada semacam perencanaan behaviour, yang mana untuk Pilpres tahun 2019 nanti. Dimana, Jokowi Presiden dan Ahok adalah Wapres. Bisa diindikasikan kuat ada pendanaan dari asing ini," cetusnya.
"Tak bisa dipungkiri negeri kita sebagai second line bagi China, Dimana ingin membangun Rezim tahun 2019 dibawah pengaruh RRC ini," ujarnya penuh curiga.
Politikal struktur bila ditinjau lebih lanjut, kata Ridwan terlalu lemah hanya mengandalkan dana, lihat saja itu kelemahan politik ini dimana Ahok tidak bisa menahan mulutnya. Lalu kemudian Ridwan berpandangan kalau Keempat (4) Parpol yang mengusung Basuki itu akan maju terus.
"Bahkan dia mengumbar mau jadi Presiden. Dimana dia merasa kendalanya dalam surat Al Maidah 51. Dia menulis buku soal surat almaidah katanya tahun 2015, katanya dia mau jadi Presiden," celetuknya lagi.
Nampak saat diskusi berlangsung pantauan pewarta BeritaHUKUM.com turut hadir narasumber lainnya; Arief Poyuoni, pembicara seperti Djoko Edhu Abdurahman (mantan anggota DPR RI komisi III), Haris Rusli (Petisi 28), Syahganda Nainggolan (pengamat sosial dari Sabang-Merauke Circle), dan Ichsanuddin Noorsy (pengamat ekonom).
Sementara itu Wakil Ketua Umum Gerindra, Arief Poyuono memberikan pandangan kalau Presiden RI Ir Joko Widodo (Jokowi) yang mana beberapa waktu yang lalu mendatangi satu persatu Angkatan tentara pasca peristiwa 4/11 itu mengucapkan terimakasih pada TNI, karena 'tidak jadi kudeta.'
"Terima kasih ke Polri tidak menembakin ke pendemo. Bahkan juga ingin menunjukan kalau dia itu Panglimanya yang tertinggi di Indonesia. Dan menujukan ke TNI bahwa fine fine aja. Bahkan, bisa memerintahkan mantan-mantannya di bawah kendali dia," tukas Arief.
Padahal, patut disadari sebenarnya, sambung Arief melanjutkan bahwa, rakyat itu tidak takut pada tentara. "Yang kita takut, rakyat gak bisa makan. Lalu, demontrasi dan melakukan penjarahan," jelasnya.
"Patut dipahami bila ekonomi nanti yang mulai terancam, rupiah ambruk, rakyat demontrasi lalu menjarah," cetusnya.
Sehubungan dengan perintah dan amanah yang telah diutarakan Ketum Partai Gerindra bahwa, anak buah Prabowo itupun menyatakan, Gerindra walaupun opisisi tetap mendukung Pemerintahan Jokowi, tapi tidak sampai dengan tahun 2019.
"Artinya partai Gerindra sebenarnya partai yang paling setia. Bukan seperti partai pendukung Pemerintah saat ini mendorong-dorong namun nampaknya ada kepentingan besar, dimana partai pendukung Pak Jokowi itu adalah oportunis," celetuk Arief lagi.
Karena menurut hemat Arief, bahwa tidak mungkin parpol menarik dukungannya, dan nampaknya saat ini Presiden Jokowi itu sendirian, bahkan nampaknya PDI-P sudah berancang-ancang.
"Dan kelihatannya ibunya kepengen berkuasa lagi. Walau secara partai kita di luar Pemerintahan dan mesti mendukung Pak Jokowi," katanya.
"Pak Jokowi mendatangi institusi TNI Polri sah-sah saja. Namun dia tidak mengabdi pada Joko widodo, namun pada konstitusi negara. Ingat, bila Joko Widodo diturunkan, dia harus kembali pada rakyat," jelasnya.
"Nah, namun untuk aksi lanjutan nanti jadi segera saja mendesak Polri untuk menahan Ahok. Kan semua penista agama ditahan," pungkasnya.(bh/mnd)
|