JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Rektor Universitas Indonesia Gumilar Rusliwa Sumantri membantah bahwa dirinya mengundurkan diri sebagai rektor Universitas Indonesia (UI). Pasalnya, ia tidak pernah menulis surat pengunduran diri sebagai rektor.
“Saya sebagai rektor tak pernah mengajukan pengunduran diri. Saya tetap menjalankan tugas sebagai Rektor UI hingga 14 Agustus 2012. Dengan demikian, saya tetap bertugas sebagai rektor hingga batas waktu tersebut," kata Gumilar dalam keterangannya di Kampus UI Depok, Jawa Barat, Rabu (21/12).
Menurut dia, bila ada pihak-pihak yang mempermasalahkan surat bertanggal 15 Desember 2011, itu dia anggap sah-sah saja. Surat ini yang diklaim Majelis Wali Amanat (MWA) sebagai pernyataan pengunduran dirinya. Diirnya akan tetap memimpin dan mengembangkan UI sesuai PP Nomor 66/2010 tentang Pelaksanaan Penyelenggaraan Pendidikan.
“Sebaiknya diserahkan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saja. Itu hukum positif yang jadi pegangan kami. Semua civitas akademika UI harus tetap fokus pada Tri Darma Perguruan tinggi,” papar Gumilar..
Kisruh UI memanas setelah MWA UI merilis surat bahwa Gumilar tak lagi menjabat sebagai Rektor UI mulai hari ini. Surat yang ditandatangani Ketua MWA UI dr. Purnomo Prawiro itu meminta, agar Gumilar segera menyerahkan pertanggungjawabannya sebagai rektor di bidang akademik, keuangan, dan sumber daya manusia.
Namun, dalam pendapat hukumnya, Mahkamah Agung (MA) menyatakan bahwa surat MWA UI itu tidak memiliki landasan hukum untuk mengambil keputusan itu. Namun, pendapat hukum yang dikeluarkan Ketua Muda MA Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, Paulus Effendi Lotulung itu mengikat secara hukum, tidak seperti putusan pengadilan.
Dalam kesmepatan terpisah, Sekretaris MWA UI Damona Poespa mengatakan bahwa pendapat hukum itu tidak mengikat seperti halnya putusan pengadilan. Jika kemudian lahir SK (Surat Keputusan) akibat pendapat hukum semacam itu, maka itu bisa dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
"Pendapat hukum semacam itu dan bahan-bahan yang dijadikan pertimbangan, pembuatannya dapat dinilai oleh pengadilan dalam proses pemeriksaan peradilan," kata Damona.
Sejalan dengan Fatwa Ketua MA itu, kemudian Dirjen Dikti menulis surat kepada MWA tertanggal 8 Desember 2011 yang menyatakan bahwa Dirjen Dikti mengakui eksistensi MWA. Bahkan Dirjen Dikti mengabulkan surat MWA. “Dirjen Dikti menahan proses Draf Statuta UI yang dianjurkan oleh Gumilar secara sepihak tanpa konsultasi MWA," imbuh Damona.(dbs/irw/wmr)
|