JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Pemberian pemotongan masa pemidanaan (remisi) terhadap koruptor merupakan tindakan kontraproduktif pemberantasan korupsi di Indonesia. Alasan pemberian itu sebagai hak narapidana serta penghargaan sebagai negara beradab.
"Kejahatan korupsi di Indonesia akan terus meningkat sepanjang belum ada hukuman yang keras terhadap koruptor. Ini sudah divonis ringan, diberi potongan pula. Mau jadi apa negara ini," kata Ketua Umum Gerakan Pemuda Anti-Korupsi (Gepak) Thariq Mahmud, di Jakarta, Minggu (18/9).
Sebagai pihak yang memberikan remisi, lanjut dia, Menkumham Patrialis Akbat harus tahu bahwa perbuatan koruptor itu telah merebut hak rakyat kecil Indonesia untuk hidup layak. Koruptor juga telah merebut banyak kesempatan masyarakat, khusunya hak untuk bisa menikmati pembangunan
“Menkumham harus tahu bahwa korupsi itu merusak dan menghancurkan sendi kehidupan bangsa dan negara. Kalau dia (Patrialis Akbar Bicara-red) bicara remisi itu hak dan sikap sebagai negara beradab, apakah tindakan koruptor itu sudah benar-benar beradab? Koruptor harus dibikin jera, jangan dikasih hati dan pengampunan,” tandas Thariq.
Sebagaimana diketahui, pemberian remisi diatur dalam PP Nomor 28 Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Binaan Pemasyarakatan. Dalam PP ini diatur terpidana kasus kejahatan termasuk korupsi bisa mendapatkan remisi setelah menjalani sepertiga masa tahanan dan berkelakuan baik selama dalam tahanan. Tapi sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa remisi tak membuat koruptor jera dan bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi.
Dalam kesempatan itu, Thariq Mahmud juga mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) segera menghentikan pemberian remisi terhadap terpidana kasus korupsi. Langkah pemerintah ini jangan sebatas janji untuk politik pencitraan, melainkan harus diwujudkan sebagai bentuk komitmennya serius memberantas korupsi.
Namun, sambung Thariq, bila masih ada koruptor yang diampuni, sudah layak Presiden SBY disebut 'Raja Gombal', karena rekor kebohongan yang telah dibuatnya sejak memimpin negeri ini. "Rakyat sudah tidak mau dibohongi lagi terus-menerus dengan berbagai janji pemberantasan korupsi dan kebijakan rakyat lainnya," jelasnya.
Wacana penghapusan Remisi terhadap para Koruptor kembali mencuat setelah Kementerian Hukum dan HAM memberikan remisi pada Idul Fitri 1432 H. Remisi diberikan pada Hari Kemendekaan RI. Saat hari raya Idul Fitri tahun ini, sebanyak 253 Koruptor mendapatkan Remisi dari Pemerintah. Sebanyak delapan koruptor dinyatakan bebas setelah mendapatkan remisi.
Sebelumnya, Denny Indrayana selaku Staf Khusus Presiden Bidang Hukum mengatakan, Presiden SBY menegaskan kembali persetujuannya untuk menguatkan pesan penjeraan kepada para pelaku kejahatan terorganisasi, khususnya korupsi dan terorisme. Untuk itu, pengurangan hukuman atau remisi kepada para koruptor dan teroris disetujui untuk dihentikan.(mic/irw)
|