Oleh: Dr. Muhammad A.S. Hikam
KETIKA Dr. Rizal Ramli atau Pak RR, panggilan akrabnya, diangkat menjadi Menko Maritim oleh Presiden Joko Widodo (PJ) untuk menggantikan Dr. Indroyono Soesilo (IS), reaksi publik pada umumnya sangat positif kendati ada juga yang skeptis. Pihak yang menyambut positif dengan masuknya mantan Menteri Keuangan pada era Presiden RI ke 4, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu, melihat adanya semacam angin segar berupa hadirnya sosok yang memiliki rekam jejak integritas, kredibilitas, kemandirian, serta keberanian, selain pengalaman dalam pemerintahan dan latar belakang keilmuan yang sangat kuat.
Saya sendiri menulis status, yang juga dimuat di beberapa portal berita, yang mengapresiasi PJ dengan pilihan beliau menempatkan RR dalam jajaran Kabinet Kerja (KK) setelah reshuffle jilid 1 itu.
Namun saya juga mengatakan bahwa mengangkat Pak RR bukan tanpa resiko politik, karena beliau adalah orang yang tidak akan terbeli dengan jabatan dan akan melakukan kritik bukan saja terhadap kebijakan yang dianggapnya tidak tepat tetapi juga pihak-pihak yang berada di balik kebijakan tsb. Kritik-kritik tajam dan lugas yg dilontarkan RR beberapa hari setelah menjadi bagian dari KK sudah diketahui dan terekam oleh media.
Yang paling menonjol antara lain kritik terhadap proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung, program pembangunan pembangkit listrik 35 megawatt (MW), dan rencana pembelian pesawat oleh Garuda. RR tidak berhenti di situ saja, tetapi kemudian beliau juga melakukan kritik thd Pelindo 2, dan yang paling mutakhir sebelum dicopot sebagai Menko, adalah kasus reklamasi Teluk Jakarta.
Target-target kritik RR jelas bukan semata proyek dan program-program tsb, tetapi juga mereka-mereka yang mendukungnya. Dan ini berarti juga petinggi Pemerintah termasuk PJ sendiri dan Wapres JK atau pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap keberhasilan program dan proyek.
Dalam kasus reklamasi, RR berhadap-2an dengan Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama (BTP, atau Ahok), yang jelas juga memiliki kedekatan dengan orang nomor 1 di Republik ini!. RR tampaknya tidak terlalu peduli dengan implikasi politik yang muncul dari jurus "kepret Rajawali' yang dilancarkannya, karena mungkin beliau melihat dukungan yang cukup luas dari publik dan bahkan dari parpol pendukung pemerintah, PDIP sendiri, setidaknya yg muncul dari beberapa politisinya di Parlemen.
Kiprah RR tentu saja membikin gerah banyak pihak di internal Istana dan bahkan beberap kali diberitakan telah membuatnya ditegur oleh PJ dan JK dalam sidang kabinet atau direspon negatif oleh sesama anggota Kabinet, termasuk di ruang publik dan media! Dmikian pula di luar Istana, komentar miring thd RR juga muncul.
Bahkan pengamat politik dari LIPI yang reputasinya sangat dihormati, Prof. Ikrar Nusa Bakti (INB), sampai menyatakan bahwa RR layak dicopot dengan alasan bahwa gayanya yg "menyerang kebijakan sesama menteri dalam kabinet kerja membuat konsolidasi dalam kabinet kerja menjadi sulit dilakukan." (
Klik http://politik.rmol.co/read/2016/01/10/231311/Sebut-Rizal-Ramli-Layak-Dicopot,-Ikrar-Nusa-Bhakti-Mengingkari-Kehendak-Rakyat-/).
PJ tampaknya tidak mau mengambil resiko dengan keberadaan RR yang kendati populer dan cukup efektif dalam menciptakan gebrakan, tetapi berpotensi merusak harmoni tim KK karena konflik dan kegaduhan yg terjadi. Apalagi setelah ada kebutuhan untuk memasukkan sosok seperti Sri Mulyani Indrawati (SMI) dan mempertahankan Rini Sumarno (RS) dalam rangka menggenjot pertumbuhan ekonomi nasional, keberadaan RR juga bisa menciptakan persoalan dlm pembuatan kebijakan strategis. Setidaknya RR dan kedua ekonom terkemuka tsb sangat berseberangan dalam paradigma pembangunan ekonomi. PJ dan Istana harus memilih apakah mempertahankan RR yang sangat kritis terhadap model neo-liberal atau SMI dan RS yang mendukung model tsb.
RR bisa jadi memahami pilihan PJ sebagai pemegang hak prerogatif dan keputusan. Dan saya kira bagi RR kiprah di dalam dan di luar pemerintahan hanya tipis saja bedanya, karena beliau juga akan mampu secara efektif memengaruhi wacana dan praksis pembangunan ekonomi. Jejaring dan pengaruh RR cukup luas baik nasional maupun internasional, dan terutama reputasi dan kredibilitasnya akan tetap diperhatikan bangsa Indonesia. Konsistensi RR dan keteguhannya memegang prinsip adalah contoh yang baik dan masih langka dimiliki para pemimpin di negeri ini.
Penulis adalah Politikus serta mantan
Menteri Negara Riset dan Teknologi dan mantan Anggota DPR RI 2004-2009 dari F-KB.(fb/bh/sya)