JAKARTA, Berita HUKUM - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terpuruk pada hari Rabu (18/3). Mengutip perdagangan Financial Times, Rabu (18/3), rupiah terpuruk di Rp 15.187,84. Sementara itu, perbankan tanah air sudah menjual dolar AS pada kisaran Rp 15.400 - Rp 15.500. Kinerja rupiah hari ini tercatat sebagai rekor terburuknya sejak Juli 1998.
Mengutip data Trading Economics, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mencapai rekor terendahnya di posisi Rp 14.650 pada 1 Juni 1998. Sementara data bulanan di investing.com, posisi terburuk nilai tukar rupiah berada pada level Rp 16.950.
Posisi itu terjadi pada bulan Juni 1998. Kemudian pada bulan Juli 1998, rekor tertinggi kurs dolar AS berada di level Rp 15.650 dan rata-rata bulanan sebesar Rp 13.150. Kurs rupiah saat itu kemudian menguat setelah bulan Juli 1998.
Rupiah kala itu terpukul dari Rp 2.341 per dolar AS pada 2 Juni 1997, kemudian melemah tajam dalam tempo 1 tahun karena krisis ekonomi dan pergantian pemerintahan. Hari ini, rupiah terpuruk akibat sentimen global, yakni dampak virus corona.
Sementara, pelemahan terjadi setelah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyampaikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melebar. Di satu sisi, kasus virus corona di Tanah Air bertambah menjadi 227 orang. Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), mata uang Garuda juga tercatat anjlok 140 poin ke level Rp 15.223 per dolar AS.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, data realisasi APBN 2020 menjadi sentimen negatif bagi pasar, sehingga rupiah melemah. "Kinerja pelaksanaan APBN 2020 relatif lambat," kata Ibrahim kepada Katadata.co.id, Rabu (18/3). Pendapatan negara hanya Rp 216,6 triliun per bulan lalu atau turun 0,5% dibanding periode sama tahun lalu. Padahal, belanja negara mencapai Rp 279,4 triliun atau tumbuh 2,8% secara tahunan.
Alhasil, defisit anggaran meningkat 0,34% dibanding periode sama tahun lalu, dari Rp 54 triliun menjadi Rp 62,8 triliun pada Februari. Defisit anggaran itu setara dengan 0,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Selain merespons negatif realisasi APBN, investor mengkhawatirkan penyebaran virus corona di Tanah Air. Pemerintah baru saja melaporkan bahwa jumlah kasus positif covid-19 bertambah menjadi 227 orang.
Belum lagi, jumlah korban meninggal dunia akibat virus corona mencapai 19 orang. "Kemungkinan akan terus bertambah," kata Ibrahim.
Menurut dia, pasar melihat Indonesia masih berjuang melawan pandemi corona. Sedangkan, negara-negara lain sudah berhasil menahan virus. Hal ini membuktikan bahwa kesiapan pemerintah saat ini sedang di uji.
Pasar akan memantau upaya pemerintah menahan penyebaran virus corona. "Hal ini menyebabkan gelombang arus modal asing kembali keluar dari pasar baik saham maupun obligasi," kata dia.
Pada perdagangan besok, ia memperkirakan rupiah masih akan melemah menjadi di kisaran Rp 15.190-Rp 15.320 per dolar AS. Walaupun ada kemungkinan Bank Indonesia (BI) kembali menurunkan suku bunga acuan besok.
Selain rupiah, mayoritas mata uang Asia melemah. Dikutip dari Bloomberg, dolar Hong Kong turun 0,08%, dolar Singapura 0,57%, dolar Taiwan 0,12%, won Korea Selatan 0,16%, rupee India 0,16%, yuan Tiongkok 0,27%, ringgit Malaysia 0,51%, dan baht Thailand 0,98%.
Hanya yen Jepang dan peso Filipina yang menguat, masing-masing naik 0,28% dan 1,53%.(dbs/kumparan.com/bisnis.com/bh/sya)
|