JAKARTA, Berita HUKUM - Aktivis Masyarakat Peduli Penegakan Hukum dan Keadilan Indonesia (MPPHKI), Rustam Amiruddin MSi menyoroti persoalan hukum yang dihadapi psikiater Mintarsih Abdul Latief mengatakan bahwa seharusnya aparat hukum melakukan pelayanan secara benar kepada masyarakat.
"Bukan malah membingungkan dengan keputusan yang mengada-ada dan tidak masuk akal sehat, sehingga otomatis terkesan muncul dugaan adanya oknum aparat hukum yang memanfaatkan kewenangan atau jabatannya," ujar Rustam kepada wartawan di Jakarta, Selasa (30/7).
Aktivis yang juga kerap menjadi orator berbagai aksi demontrasi yang mendesak berlakunya tata aturan peradilan yang benar ini pun, mengaku mengikuti persoalan yang menimpa psikiater senior Mintarsih A. Latief yang juga seorang pengusaha.
"Laporannya (Mintarsih A. Latief) juga kan masih berproses di Bareskrim Mabes Polri, laporan kasus pidana soal dugaan penghilangan sahamnya di perusahaan taksi ternama di Indonesia," beber Rustam.
Kalau kemudian muncul persoalan baru dimana Mintarsih diminta membayar kerugian immateriil sebesar 100 miliar dan mengembalikan gaji, honor dan THR-nya selama menjabat sebagai Direktur di Blue Bird Taksi senilai Rp 40 miliar rupiah maka itu kata Rustam adalah suatu hal yang aneh, lucu dan membingungkan.
"Mana ada yang seperti itu, kok ada ya keputusan seperti itu? Saya saja ikut bingung. Beliau kan diketahui termasuk pendiri dan pemilik sebagian saham yang ikut membangun dan bekerja, maka menjadi hal yang manusiawi wajib menerima gaji, tapi ini kok seiring berjalannya waktu malah diminta mengembalikan gaji, aneh, sungguh keputusan aneh dan menggelikan," tutur Rustam.
Adapun masalah itu bermula dari putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, kemudian putusan Pengadilan Tinggi dan Putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan bahwa dr Mintarsih Abdul Latief, diharuskan membayar kerugian immateriil dan mengembalikan gaji, honor dan THR kepada PT Blue Bird Taksi dengan nilai total sebesar Rp 140 miliar.
Dari salinan yang juga diterima wartawan bahwa putusan tersebut tentu sangat tidak adil, dan ini bisa saja baru terjadi pertama kali dalam dunia hukum di Indonesia.
Sesuai penelusuran wartawan, menyebutkan Mintarsih A. Latief melaporkan perkara pidana dugaan penghilangan sahamnya di Blue Bird ke Bareskrim Polri, yang dihilangkan melalui akta notaris tanpa sepengetahuan Mintarsih. Laporan ini teregister dengan Nomor: LP/B/216/VIII/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI tanggal 2 Agustus 2023.
Kini Mintarsih dihadapkan soal keputusan Perdata yang menyebutkan ia harus mengembalikan gajinya selama puluhan tahun bekerja, termasuk pembayaran immateriil yang lucunya juga akan dibebankan ke anak-anaknya yang merupakan ahli waris dari almarhum bapaknya.(bh/mdb) |