JAKARTA, Berita HUKUM - Terkait diberlakukannya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan per 1 Juli 2015, dimana manfaat program Jaminan Pensiun buruh yang kisarannya sebesar 15-40% atau 15% untuk masa kerja 10 tahun, 40% untuk masa kerja 30 tahun, dan iuran hanya 3%, serta dengan ketidakjelasan program JHT dan lainnya. Meski telah disahkan Pemerintah, Gerakan Buruh Indonesia (GBI) tetap menolak penetapan manfaat pensiun dan iuran jaminan pensiun Ketenagakerjaan yang dirumuskan pemerintah, dan yang telah diumumkan tersebut.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang tergabung dalam GBI melakukan jumpa pers, guna penolakan manfaat dan iuran jaminan pensiun yang telah dirumuskan Pemerintah tersebut, di Gedung Joang 45 Jakarta pada, Kamis (2/7).
"Dimana untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup secara layak sebagai pengganti hilangnya penghasilan atau berhentinya gaji, besaran manfaat Jaminan Pensiun bulanan minimal 60% dari upah terakhir. PNS/TNI/Polri pun mendapat manfaat bulanan 75%," kata Said Iqbal, Presiden KSPI saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (2/7), yang pada prinsipnya manfaat antara buruh dan PNS/TNI/Polri tidak boleh ada diskriminasi.
Said Iqbal menambahkan, "Menolak isi dari PerPem tentang jaminan pensiun dan jaminan hari tua. Kedua peraturan pemerintah tersebut "inkonstitusional" secara proses, maka kami akan melakukan Judicial Review. Uji materinya ke MA, karena ini isi Peraturan Pemerintah".
Sementara, pada rilis yang diterima, "Angka rumusan dari pemerintah tersebut masih jauh dari angka layak, dan melanggar prinsip dasar jaminan pensiun, bahwa jaminan pensiun dilaksanakan untuk mempertahankan derajat hidup layak," lontar Andi Gani, yang mengindikasikan bahwa, pemerintah seraya tidak serius dan setengah hati menjalankan program jaminan pensiun para buruh tersebut.
Sedangkan, para pimpinan Kolektif Komite Persiapan - Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KP-KPBI) Ilhamsyah yang juga turut mengungkapkan, masalah lain terkait aturan Jaminan Hari Tua (JHT) hanya bisa diambil 10% setelah sepuluh (10) tahun bekerja, dan bisa diambil secara penuh setelah 56 tahun. "Ini jelas sangat merugikan buruh. Karena buruh kontrak dan ter-PHK harus menunggu puluhan tahun untuk mengambil hak-nya," tegas Ilhamsyah.
Terkait penerbitan PP Jaminan Hari Tua tanpa melibatkan unsur buruh di dalamnya, maka KSPI dan GBI beserta seluruh buruh Indonesia menyatakan sikap, "akan mengajukan Judicial Review (JR) Jaminan Pensiun dan JHT ke Mahkamah Agung, yang kedua kami akan desak DPR RI menggunakan hak interpelasinya," cetus Ilhamsyah.
"Dan pada tuntutan kami yang terakhir, kami akan melakukan aksi besar Mogok Nasional pasca Hari Raya, untuk mendesak pemerintah menetapkan, penarikan manfaat pensiun minimal 60% dari gaji terkhir dan penarikan dana JHT minimal sebesar 80% dari saldo, dan bukan 10% dari saldo," tandas Ilhamsyah.(bh/mnd) |