JAKARTA, Berita HUKUM - Sidang lanjutan gugatan pencapresan Joko Widodo (Jokowi) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) kembali digelar.
Dalam sidang hari ini, Tim Aliansi Advokat Merah Putih selaku penggugat pencapresan Jokowi, mendatangkan Rektor Universitas Islam Attahiriyah Jakarta Zaenudin Ali sebagai saksi ahli.
Dalam pemaparannya, Zaenudin menjelaskan bahwa Surat Keputusan KPU No.453/KPTS/KPU Tahun 2014 tentang Penetapan Pasangan Calon Presiden Jokowi tidak sah dan cacat hukum.
“Karena, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2014 mengenai Tata Cara Pengunduran Diri Kepala Daerah baru diterbitkan satu hari setelah Joko Widodo menghadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk minta izin cuti,” ungkapnya, Rabu (13/8).
Menurut dia, Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur kepala daerah yang akan mencalonkan diri menjadi presiden belum ada saat Jokowi bertemu dengan SBY yakni 13 Mei 2014.
“PP baru ada pada 14 Mei 2014 yakni PP Nomor 29 Tahun 2014. Ingat, hukum tidak boleh berlaku surut,” sambungnya.
PTUN, lanjut dia, memiliki wewenang untuk memutuskan Surat Keputusan KPU tersebut sebagai obyek dari Tata Usaha Negara. Serta, Bawaslu tidak memiliki wewenang sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman.
“Jadi bila SK KPU tentang pencapresan Joko Widodo bertabrakan dengan hukum dapat dibatalkan,” pungkasnya.
Di tempat yang sama, Ketua Aliansi Advokat Merah Putih Suhardi Somomoeljono, selaku penggugat, berharap, PTUN dapat mengabulkan permohonannya untuk membatalkan Surat Keputusan KPU.
Seperti diketahui, Aliansi Advokat Merah Putih melaporkan pencapresan Jokowi ke PTUN. Gugatan tersebut didaftarkan dengan Nomor Perkara 116/PLW/2014/PTUN-JKT pada 6 Juni 2014. Hingga saat ini perkara tersebut masih disidangkan.(ton/okezone/bhc/sya) |