JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Sidang lanjutan perkara dugaan suap proyek wisma atlet SEA Games XXVI/2011 denga terdakwa Muhammad Nazaruddin kembali digelar Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (27/1). Kali ini menghadirkan saksi Oktarina Furi yang merupakan mantan staf keuangan PT Permai Grup.
Dalam persidangan tersebut, saksi Oktarina mengakui bahwa dirinya pernah diajak untuk mengantarkan uang sebesar Rp 30 miliar dan 5 juta dolar AS ke Bandung, Jawa Barat pada pertengahan 2010, saat pelaksanaan kongres Partai Demokrat. Orang yang mengajaknya adalah Neneng Sriwahyuni, istri Nazaruddin.
"(Saat) itu membawa uang pada tanggal 21 (Mei 2010) diajak Bu Neneng. Uang tersebut sebagian diambil dari brankas operasional Permai Grup sebesar Rp 30 miliar dan 2 juta dolar AS. Sisanya, 3 juta dolar AS didapatkan dari sumbangan berbagai pihak yang diterima Bu Yulianis (mantan Wakil Direktur Keuangan PT Permai Group,” jelas dia saksi yang mengenakan pakaian gamis dengan wajah tertutup cadar itu.
Penampilan Oktarina yang berbeda jauh saat masih bekerja di perusahaan itu, sempat dipermasalahkan terdakwa Nazaruddin. Bahkan, di awal persidangan, Nazaruddin menyatakan keraguannya bahwa saksi saksi bercadar yang dihadirkan penuntut umum itu, mantan staf keuangan Permai Grup Oktarina Furi.
Terdakwa Nazaruddin pun meminta Oktarina Furi untuk membuka cadarnya, guna memastikan saksi yang hadir itu adalah mantan anak buahnya. Lalu, majelis hakim yang diketuai Darmawatiningsih sempat menghentikan jalannya sidang, agar politikus Senayan itu melihat wajah Oktarina Furi. Nazar kembali menyatakan keraguannya, tapi majelis hakim tetap melanjutkannya dan keberatan Nazar dicatat oleh panitera.
Oktarina menambahkan, meski diajak Neneng, lanjut dia, dirinya harus menumpang mobil rekannya Yulianis. Setelah sampai di Bandung, dirinya tidak mengerti tujuan pengantaran uang itu. Neneng hanya mengatakan bahwa uang itu untuk acara ulang tahun Partai Demokrat.
Wayan Koster
Dalam persidangan ini, nama anggota Komisi X DPR RI I Wayan Koster kembali disebut-sebut. Politikus PDIP itu dikatakan menerima aliran dana itu terkait proyek universitas. Nilainya dalam bentuk dolar AS. Tapi dirinya tidak tahu jumlahnya.
Nazaruddin yang menyetujui pengeluaran uang itu. Oktarina sendiri yang mengantarkan uang itu ke gedung DPR RI. "Saya ditelepon Bu Yulianis dan diminta mengantarkan uang ke DPR yang telah disetujui Pak Nazar," jelas saksi.
Meski tak menjelaskan lebih lanjut mengenai proyek universitas yang dimaksudnya, Oktarina juga membeberkan beberapa proyek yang digarap Grup Permai bekerja sama dengan PT Duta Graha Indah. Proyek tersebut adalah pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Universitas Udayana, RS Pendidikan Universitas Mataram, dan RS Pendidikan Universitas Jambi.
Oktarina Furi juga mengungkapkan, dirinya selama ini ia dipaksa untuk menduduki jabatan sebagai direktur dalam beberapa perusahaan milik Nazaruddin. Jika permintaan itu ditolaknya, dirinya terancam akan dipotong gajinya.
Ia pun menuruti dan namanya dicatut sebagai komisaris utama pada 2009 dan Direktur Utama PT Permai Raya Wisata pada 2010. "Saya hanya disuruh secara lisan oleh Bu Neneng. Saya sempat menolak, tapi diancam akan dipotong gaji saya. Saya tidak punya pilihan dan hanya menuruti saja permintaan itu,” kata dia.
Dalam perkara ini, terdakwa Nazaruddin telah didakwa menerima lima lembar cek senilai Rp 4,67 miliar. Nazaruddin yang saat itu sebagai anggota DPR RI telah menerima imbalan dengan mengupayakan PT Duta Graha Indah (DGI) Tbk menjadi pemenang dalam mendapatkan proyek wisma atlet SEA Games. (mic/spr)
|