JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi menggelar sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi, dimana saksi pertama mengaku bahwa ditempatnya disebar selebaran yang menyebut Rieke Diah Pitaloka sebagai anak Partai Komunis Indonesia (PKI).
"Ada ratusan selebaran yang mulia," kata saksi kepada majelis hakim yang dipimpin Akil Mochtar, Senin (25/3).
Saksi juga mengaku bahwa ada keluarganya yaitu Tasmin bersama istrinya yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan punya Kartu Keluarga (KK) namun tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Saksi juga mengaku ada pemilih ganda. "Nengsih ada dua, Neng Khodijah juga ada dua," ujar saksi.
Saksi juga menceritakan bahwa upaya mempengaruhi warga melalui Ikatan Kepala Desa (Ikades). "Pada waktu itu saya main ke teman saya Sekdes yang namanya Darmin Iskandar, desa Cilamayu Hilir sekitar 5 Km dari desa saya, berselang beberapa menit datang kepala desa Cilamayu Hilir ke rumah Darmin Iskandar yang kebetulan teman saya, datang dan mengaku diberi uang Rp 1 juta oleh Ade Solihin Kepala Desa Rawameneng yang kebetulan juga Ketua Ikades yang juga mengiming-imingi dana hibah namun dengan persyaratan proposal, saya mendengar langsung," urai saksi.
Saksi lainnya yaitu Doni Situmorang yang tinggal di Kota Cirebon di Harjamukti, mengaku tidak dapat memilih, sedangkan saksi telah berupaya agar bisa memilih.
"Tanggal 22 Februari sore, saya menemui ketua RT, saya menanyakan surat undangan sebab saya tidak dapat, ketua RT saya menjawab langsung bahwa warga kita aja ada 900 orang yang tidak dapat," kata Doni.
Namun ketua RT menyarankan supaya Doni membawa KTP pada tanggal 24 Februari saat pemilihan berlangsung.
"Ketua RT mengatakan nanti tanggal 24 coba-coba aja bawa KTP, saya lakukan pada jam 8 pagi, langsung disitu ada panitia setelah saya sodorkan KTP mereka menolak saya dengan alasan kalau tidak ada surat undangan itu tidak boleh memilih, sedangkan nama saya ada dalam DPT," terang Doni dalam persidangan tersebut.(bhc/mdb) |