JAKARTA, Berita HUKUM - Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi DKI Jakarta, Saefullah, dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penyelidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan korporasi dalam perkara suap pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta Tahun 2016.
Menyikapi hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menghormati proses hukum yang berjalan. Ia pun meminta Saefullah untuk transparan dalam memberikan keterangan.
"Kita hormati saja proses hukumnya, tidak ada yang khusus. Saya berharap semuanya dibuat transparan. Saya sudah sampaikan kepada beliau (Sekda) juga jelaskan semuanya jangan ada yang ditutupi dan sampaikan apa adanya. Sebab ini adalah proses hukum maka kami harus jalani ini dengan benar dan baik hingga secara tuntas," ucap Anies di Epicentrum Walk XXI Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Sabtu (28/10).
Ia mengatakan, sebelum memenuhi panggilan KPK, Saefullah dan Kepala Biro Hukum Pemprov DKI, Yayan Yuhana, telah meminta izin kepadanya.
"Jadi Kamis dan Jumat dipanggil KPK-nya. Semuanya (Yayan Yuhana dan Saefullah) melapor saya untuk menjalani pemeriksaan di KPK," jelasnya.
Sementara itu, Saefullah mengungkapkan dirinya diperiksa penyidik KPK terkait reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta. "Saya ?dikonfirmasi terkait Pulau G (reklamasi Jakarta) soal korporasinya," ?kata Saefullah di Gedung KPK, beberapa waktu lalu.
Lembaga antirasuah itu pun kini kembali membuka penyelidikan baru atas proyek yang dikerjakan PT Muara Wisesa Samudera, yaitu anak perusahaan PT Agung Podomoro Land.
Pemeriksaan tersebut merupakan pengembangan kasus dugaan gratifikasi anggota DPRD DKI M Sanusi soal pembangunan Pulau G atau Pluit City berdasarkan surat perintah penyelidikan Nomor: Sprin/Lidik-75/01/07/2017 tanggal 25 Juli 2017.
Dalam pemeriksaan ini, Saefullah mengaku dimintai keterangan terkait penyelidikan dugaan korupsi dalam proyek reklamasi Pulau G.
"Iya soal pulau G korporasinya. Terakhir Reklamasi yang di Pulau G itu," kata Saefullah usai diperiksa di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (27/10).
Sekedar informasi, reklamasi Pulau G digarap oleh PT Muara Wisesa Samudra anak perusahaan PT Agung Podomoro Land. Proyek reklamasi Pulau C, Pulau D dan Pulau G sempat dihentikan sementara. Namun, moratorium ini telah dicabut Kementerian Lingkungan Hidup.
Saefullah sebelumnya pernah diperiksa penyidik KPK saat menangani kasus dugaan suap Raperda reklamasi yang menjerat Sanusi. Menurutnya materi yang dipertanyakan KPK tidak jauh berbeda dengan saat pemeriksaan untuk penyidikan kasus suap.
Beberapa materi itu diantaranya mengenai pembahasan Raperda Reklamasi dengan DPRD DKI, terutama perdebatan yang menyangkut kontribusi tambahan 15 persen.
"Ini kan masih sama. Ada beberapa hal yang sama dengan keterangan terdahulu terkait dengan gratifikasi yang diterima oleh Anggota DPRD pak Sanusi. Dulu proses pembahasannya seperti apa saya sampaikan bahwa saya waktu itu melakukan pembahasan sesuai jadwal sekitar delapan kali saya melakukan pembahasan dengan Baleg di DPRD. Kita waktu itu berdebat panjang soal tambahan kontribusi 15 persen," terang dia.
Seiring berjalannya proses penyidikan kasus suap Raperda Reklamasi mencuat mengenai penggunaan dana pihak ketiga yang berasal dari kontribusi tambahan sebesar 15 persen oleh Pemprov DKI kepada para pengembang yang menggarap proyek reklamasi.
Kontribusi tambahan ini telah diatur dalam Keppres nomor 52/1995 dan perjanjian antara Pemprov dengan pihak pengembang pada 1997 dan 2014. Namun, aturan dalam Keppres maupun dua perjanjian tersebut tidak mengatur mengenai presentasi kontribusi tambahan.
Gubernur DKI saat itu, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menyebut, kontribusi tambahan 15 persen merupakan hak diskresinya sebagai Gubernur. Rencananya, kontribusi tambahan ini bakal diatur dalam Perda mengenai reklamasi. Namun, Baleg DPRD menolak usulan Pemprov DKI tersebut.
"Pada akhirnya kita deadlock antara eksekutif dan legislatif soal kontribusi 15 persen itu. Tadi diulang lagi pertanyaan dulu. Deadlock-nya seperti apa. Memang kita tidak sepakat antara eksekutif dan legislatif soal angka 15 persen itu. Sehingga terjadi case yang sama sama kita tahu semuanya (kasus suap kepada Sanusi)," ujar Saefullah.
Sementara, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta telah menjatuhkan vonis bersalah terhadap terdakwa kasus suap rancangan peraturan daerah terkait reklamasi, Mohammad Sanusi.
Ia divonis tujuh tahun penjara dan denda sebesar Rp 250 juta subsider dua bulan kurungan.(dbs/aktual/erh/okezone/bh/sya) |