GORONTALO, Berita HUKUM - “Telah bergulirnya program BPJS kesehatan hingga dengan saat ini, ternyata masih didera 3 masalah utama. Yakni, perihal kepesertaan, biaya operasional dan pelayanan. Hal yang paling mendasar dan seringkali menimbulkan polemik ialah kepesertaan, dimana sampai detik ini BPJS Kesehatan telah mengeluarkan 2 macam kartu yang berbeda,” jelas Senator asal Provinsi Gorontalo, Abdurrahman Abubakar Bahmid, Lc baru-baru ini di Gorontalo.
Abdurrahman mengatakan, Kartu yang pertama didominasi dengan logo BPJS Kesehatan serta Jaminan Kesehatan nasional, sementara kartu yang kedua bertuliskan kartu Indonesia sehat dengan logo dan tulisan BPJS Kesehatan dengan ukuran lebih kecil.
Menurutnya, ini bukan membahas masalah ukuran logo atau kartu, namun kenyataan dilapangan memang mengatakan demikian, perbedaan kedua kartu tersebut cenderung menimbulkan diskriminasi pelayanan.
“Pemegang kartu KIS (Kartu Indonesia Sehat) merupakan warga miskin yang iuranya di tanggung pemerintah. Bagi pemegang kartu BPJS Kesehatan peserta mandiri saja seringkali mendapat pelayanan yang kurang memuaskan apalagi mereka yang memegang kartu KIS?,” urainya.
Tentu, kata mantan legislator DPRD Provinsi Gorontalo ini, miris jika berobat menggunakan kartu KIS disandingkan dengan Kartu BPJS Kesehatan lebih parah lagi jika disandingkan dengan mereka yang menggunakan Asuransi swasta /premium. Tentu mendapat perlakuan berbeda meski tak tampak secara terang-terangan.
Lanjutnya, tidak seimbangnya antara klaim dari ribuan fasilitas kesehatan dengan iuran premi yang diterima oleh BPJS Kesehatan, sehingga sampai tahun ini BPJS kesehatan masih mengalami defisit anggaran sebesar 6 triliun rupiah. Hal ini dikarenakan perilaku curang beberapa peserta yang hanya mendaftar dan membayar BPJS kesehatan ketika sedang sakit dan tidak meneruskan membayar ketika sudah sembuh.
“Padahal biaya yang telah dikeluarkan BPJS Kesehatan untuk penyakit yang di deritanya belasan bahkan ratusan juta rupiah. Harapan kita masyarakat sadar jika mereka telah mendaftar sebagai peserta BPJS kesehatan, secara rutin membayar iuran meski sudah sembuh. Semoga pihak BPJS kesehatan dengan pakar –pakar asuransi menemukan sistem yang bisa mengurangi kecurangan tersebut, terlebih bisa meniadakanya,” pungkas Abdurrahman Abubakar Bahmid.(bh/shs) |