JAKARTA, Berita HUKUM - Sidang pemeriksaan pendahuluan perkara PHPU Provinsi Papua - Perkara No. 14, 15, 16 dan 17/PHPU. D-XI/2013 - kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (25/2) siang. Para Pemohon mempersoalkan kinerja KPU Provinsi Papua (Termohon) yang terindikasi memenangkan Pasangan Calon No. Urut 3 Lukas Enembe dan Klemen Tinal (Terkait), serta sejumlah permasalahan DPT, DP4 maupun DPS.
Pemohon Perkara No. 14 adalah Habel M. Suwae dan Yop Kogoya sebagai pasangan calon nomor urut 6, dengan kuasa hukumnya Paskalis Letsoin dkk. Dalam menetapkan DPT, ungkap Pemohon I, Termohon tidak mendasarkan pada DP4 yang telah diberikan oleh pemerintah kepada Termohon. Dan juga Termohon menggunakan DPT lama dan langsung menerbitkan DPT tanpa melalui penerbitan DPS terlebih dahulu dan jumlahnya tidak rasional, jauh lebih besar dari jumlah pemilih yang sebenarnya.
Selain itu, menurut Pemohon, DPT yang ditetapkan oleh Termohon sangat tidak masuk akal jika dibandingkan dengan prosentase penambahan penduduk, baik karena adanya pemilih baru maupun terjadinya perpindahan penduduk.
Selanjutnya, Pemohon Perkara No. 15 Menase Robert Kambu dan Blasius Adolf Pakage sebagai pasangan calon nomor urut dua, menjelaskan bahwa Termohon dalam melaksanakan tahapan Pemilukada Provinsi Papua bersama pasangan calon no. urut 3 telah melakukan pelanggaran bersifat terstruktur, sistematis dan masif yang mengakibatkan kerugian dan sangat berpengaruh dalam perolehan suara Pemohon No.15.
Di samping itu, melalui kuasa hukumnya Teguh Samudera dkk menyatakan terjadi pelanggaran pra pencoblosan pada saat penentuan DPT Provinsi Papua, terdapat penggelembungan suara untuk memenangkan pasangan calon No. urut 3. Hal ini diketahui dengan adanya rapat sejumlah anggota KPU Provinsi Papua dengan pasangan calon No. urut 3 di Jakarta.
Sementara itu, Pemohon Perkara No. 16 Noakh Nawipa dan Johanes Wob selaku pasangan calon nomor urut 1 - didampingi kuasa hukumnya Nikson Gans, mempersoalkan hak memilih di Provinsi Papua. Menurut Pemohon, ternyata tidak semua pemilih di Provinsi Papua menggunakan hak pilihnya, kalaupun hak pilih itu digunakan, pasti ada surat suara yang mengalami kerusakan.
Oleh karena itu, kata Pemohon, sangat tidak realistis kalau Termohon menyatakan 100% pemilih di Papua telah menggunakan hak pilihnya dalam Pemilukada Provinsi Papua 2013, tanpa adanya kerusakan surat suara. Hal ini merupakan kebohongan yang secara sengaja dilakukan Termohon.
Diungkapkan selanjutnya bahwa di Kota Jayapura sebagai ibukota provinsi, jumlah jiwa pemilihnya adalah sebanyak 249.034 jiwa. Tetapi yang menggunakan hak pilihnya dalam Pemilukada Provinsi Papua 2013 hanya 151.946 pemilih. Berarti, yang tidak menggunakan hak pilihnya sebanyak 97.088 pemilih.
Berikutnya, Pemohon Perkara No. 17 Barnabas Suebu dan John melalui kuasa hukumnya, Yuherman dkk, mempermasalahkan tidak diikutsertakannya dirinya sebagai pasangan calon dalam Pemilukada Provinsi Papua pada 29 Januari 2013, berdasarkan Penetapan Termohon No. 48/2012 dan surat Termohon No. 466/P/SET-KPU?XII/2012 perihal Pemberitahuan Penetapan Pasangan Calon.
Keputusan Termohon tersebut, ungkap Yuherman, timbul dari serangkaian tindakan Termohon yang secara sistematis untuk menghalangi Pemohon menjadi pasangan calon gubernur dan wakil gubernur pada Pemilukada Provinsi Papua 2013.
“Termohon melanggar Pasal 9 ayat (4), Pasal 64 ayat (3) dan (4), Pasal 66 ayat (3) dan Pasal 92 Peraturan KPU No. 9/2012 dalam melakukan verifikasi Bakal Pasangan Calon yang mendaftar kepada Termohon,” jelas Yuherman kepada Majelis Hakim yang dipimpin oleh Mahfud MD didampingi Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Maria Farida Indrati.(nta/mk/bhc/rby) |