JAKARTA, Berita HUKUM - DKI Jakarta akan mencabut izin pengelolaan Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Menteng, Jakarta Pusat dari seniman. Pengelolaan TIM akan diserahkan kepada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) DKI Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengungkapkan seminggu yang lalu bahwa, pihaknya berwenang membangun dan mengelola TIM, namun dalam pengembangannya akan melibatkan seniman.
Keluarnya Peraturan Gubernur nomor 109 tahun 2014 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pengelola, Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki. Sehingga diharapkan, pengawasan dan pengelolaan aset Pemprov DKI bisa dilakukan.
Sementara, sejarah merupakan cikal dan cerminan budaya bangsa yang tidak boleh luput atau dilupakan. Dulunya areal pemukiman tempat tinggal Raden Saleh ini diperkirakan seluas sekitar 10 hektar; meliputi Taman Ismail Marzuki (TIM), Kebun Binatang Cikini, SMP Negeri I Jakarta dan seluruh komplek Rumah Sakit Cikini (Koningin Emma Zeikenhuis).
Koleksi hewan di kebun binatangnya ada di pemukiman Raden Saleh yang menjadi cikal kebun binatang pertama di Indonesia, pada tahun 1864 bernama Vereeniging Planten En Dierentuin Te Batavia.
Setelah Indonesia merdeka pada 1949 disulap menjadi Kebun Binatang Jakarta, alhasil menjadi lokasi wisata di pusat kota Jakarta, selanjutnya pada tahun 1969 koleksi Kebun Binatang Cikini ini dipindahkan ke Ragunan.
Pada bekas Kebun Binatang Cikini, Gubernur Jakarta ketika itu Ali Sadikin membangun Taman Ismail Marzuki (TIM) untuk menghormati seniman asli Betawi yang bernama Ismail Marzuki yang diresmikan TIM tanggal 10 Nopember 1968.
Menurut seniman Sri Warso, "Gak bisa dong secara tiba-tiba teroktasi pusat kesenian Jakarta ( TIM) dimiliki oleh pemda secara sepihak, " ujar Sri Warso, pelukis yang sudah melukis semenjak tahun 1976 ini selepas menorehkan tinta dengan kuas dikanvasnya, ia kini melukiskan wajah sosok mendiang Raden Saleh di depan gerbang TIM, Jakarta Pusat pada, Sabtu (10/1).
"Loh, ini kan dulunya tanahnya Raden Saleh. Diwariskan oleh beliau dan istrinya untuk kegiatan sosial, kok sekarang harus jadi UPT. Nantinya apa apa akan dipajakin, harus nyetor. Pasti sifatnya pragmatik, sulit bagi seniman mengungkapkan instuisinya, improvisasi juga nantinya," jelasnya lirih dan kecewa, setelah mendengar pengelolaan beberapa bangunan di areal TIM nantinya dibawah naungan UPT (unit pelaksana teknis) yang romannya akan bernuansa komersil. Seraya ia-pun melanjutkan goretan tinta di kanvas yang semakin terlihat apresiasi karya lukisnya.
Sementara, Muhammad Aidun Usman pelaku seniman lainya mengatakan, "Pemerintah selalu menganggap seniman itu ga dianggap. kami berkarya dengan kemandirian, bagaimana saya hidup dengan kesenian saya. Seniman itu idealis (tak terbeli)," ungkapnya saat diwawancara di tengah keramaian saat apresiasi dan pentas seni di depan gerbang TIM, pinggir jalan cikini. Jakarta Sabtu (10/1).
"Kalau kami menerima pengaruh UPT itu cenderung akan dinilai kalkulasi, tidak akan ada ruang bagi kita. kadang pertunjukan seni itu ada yang instant, bagaimana kami mempresentasikan kekayaan (nilai nilai) lokal. kan di Trisaktinya Soekarno ada, berkepribadian dalam kebudayaan," ucap Aidun Usman seraya mengungkapkan beberapa hasil seni yang dikreasikan oleh seniman secara otodidak dan spontan di pinggir jalan, dalam bentuk pembacaan puisi, teater, lukisan, dan lain lain di gerbang TIM, sembari ditonton khalayak yang melintasi trotoar dan jalan Cikini Raya, Jakarta.
"Kami sepakat. Kegiatan penolakan UPT terhadap TIM ini akan lebih dari ekspresi jiwa, minggu depan akan lebih masive lagi. Kegiatan berlangsung selama 5 hari dari tanggal 9 hingga 13 januari 2015, Namun kami tidak akan represif, kendali emosi, dan kecerdasan jiwa," kata muhammad Aidin Usman.
"UPT (unit pelaksana teknis) itu kan hampir aja serupa dengan gelanggang yang ada di jakarta barat, dan tempat lainnya, dimana hanya orang mampu yang bisa menggunakannya. Paling buat acara resepsi pernikahan," tandasnya, menutup wawancara.
Tampak selama pentas dan atraksi seni berlangsung, sering terdengar sontak para seniman yang meneriakkan, "Save for- PKJ TIM dari Komersialisasi Raksasa (Kapitalisme)!".(bhc/mnd) |