JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Sepanjang 2011 ini, KY menerima 3.226 laporan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim. Dari seluruh laporan masyarakat tersebut, hanya 1.245 yang dapat ditindaklanjuti. Sebanyak 274 laporan, di antaranya ditindaklanjuti hingga pemeriksaan hakim, 240 laporan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan pelapor.
“Sedangkan 682 laporan diklarifikasikan ke instansi lain sesuai kewenangannya. Sebanyak 49 laporan ditindaklanjuti dengan permintaan alat bukti atau pendalaman investigasi. Kami juga telah melakukan pemanggilan terhadap 471 orang dan 452 hakim, sedangkan 19 orang tidak memenuhi panggilan,” kata Komisioner KY Jaja Ahmad Jayus dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (28/12).
Menurut dia, dari 452 hakim yang diperiksa, sebanyak 133 hakim yang direkomendasikan penjatuhan sanksi kepada Mahkamah Agung (MA). Namun, dari 133 rekomendasi itu, sebanyak 110 laporan tidak ditanggapi MA dengan berbagai alasan. “MA sepertinya masi melindungi para hakim yang terindikasi melanggar kode etik dan perilaku hakim,” jelasnya.
Sedangkan secara keseluruhan atau Agustus 2005-Desember 2011, Komisi Yudisial (KY) menerima 13.281 laporan. Pengaduan itu terkait dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim. Tapi dari seluruh laporan itu, 3.157 merupakan laporan yang didaftarkan, 2.787 laporan berupa surat biasa, dan 7.289 laporan surat tembusan.
Pada bagian lain, KY mendesak MA untuk memperbaharui proses seleksi hakim pengadilan tipikor, baik karier maupun ad hoc. Pasalnya, banyak ditemukan para hakim yang dipilih itu tanpa melalui indikator pemilihan yang jelas. "Beberapa hal dalam proses rekrutmen hakim tipikor perlu dibenahi," tegas dia.
Selain itu, imbuh dia, proses rekrutmen hakim karier tipikor, MA masih melakukan rekrutmen secara tertutup dan tanpa melibatkan partisipasi masyarakat. Tapi hal ini tidak terkait dnegan penelitian KY soal maraknya vonis bebas yang dikeluarkan Pengadilan Tipikor. "Untuk masalah vonis bebas yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor Bandung, Samarinda, Lampung dan Surabaya hingga kini KY masih terus melakukan pemantauan kasus per kasus," tandas Jaja Ahmad.(mic/irw)
|