JAKARTA-Kuota BBM bersubsidi yang sudah dinaikkan pada APBN-P 2011 menjadi 40,4 juta kilolotr (KL) tampaknya akan melebihi daripada yang diperkirakan akhir tahun ini. Pasalnya, momen puasa, lebaran, natal dan tahun baru yang ada di depan mata akan menyedot konsumsi BBM murah tersebut.
Namun, pemerintah melalui Kementerian Keuangan menyatakan tidak akan menambah dana untuk menutupi kelebihan kuota BBM bersubsidi akhir tahun ini yang disepakati dalam APBN-P 2011 sebesar 40,4 juta KL.
Pengamat Ekonomi Iman Sugema tidak sependapat dengan pernyataan tersebut. Menurutnya, dana untuk menambal kelebihan subsidi BBM harus disiapkan karena pemerintah tidak ingin menaikkan harga BBM tersebut. “Presiden kan tidak ingin naikkan harga BBM. Jadi harus disediakan anggaran. Jika tidak sanggup, (Menteri Keuangan) mundur saja,” katanya di Jakarta, Sabtu (6/8).
Sementara itu, Deputi Direktur Refor Miner Institute Komaidi menilai, gagalnya pencapaian kuota konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi pada 2011 adalah bentuk ketidakcermatan pemerintah dalam mengamati pertumbuhan ekonomi. "Kita bisa katakan asumsinya kurang tepat," tegasnya.
Komaidi menjelaskan, dalam tiga tahun terakhir, konsumsi BBM sudah menembus angka 40 juta-42 juta kiloliter. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi turut serta mempengaruhi aktivitas masyarakat. "Harusnya pemerintah mengamati pertumbuhan ekonomi, seperti pertumbuhan kendaraan pada 2011 telah mencapai 18%," katanya.
Lebih lanjut, Komaidi menuturkan berbagai langkah yang diterapkan pemerintah tidak akan mampu membendung peningkatan kuota BBM yang telah ditetapkan. "Dengan atau tanpa menaikkan harga BBM bersubsidi, kuota APBN jelas akan terlampaui," katanya.
Bahkan, Komaidi menentang kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga BBM bersubsidi sekarang ini. Sebab, ini akan berdampak pada sektor perekonomian. "Momennya sudah terlambat. Kalau dinaikkan sekarang, pasti akan berdampak besar, seperti inflasi," ungkapnya.
Hal ini karena masyarakat tengah menghadapi masa-masa sulit, seperti kenaikan harga bahan-bahan pokok. Tentu ini akan memperparah perekonomian masyarakat. "Kalau mau menaikkan harga BBM, dari awal tahun, diperlukan perencanaan secara matang," tuturnya.
Selain kenaikan harga BBM, Komaidi juga mengungkapkan rencana pemerintah dalam memberlakukan pembatasan BBM dinilai tidak efektif. "Kebijakan pembatasan BBM merupakan kebijakan recehan, terlalu ribet," terangnya.
Komaidi dengan jelas menentang rencana pemerintah mengeluarkan peraturan yang membatasi pemakaian BBM secara lokal. Sebab, database pemerintah tidak mendukung kebijakan tersebut. Pemerintah terlalu banyak rencana dan program, namun tidak ada satupun yang berjalan. "Sulit rasanya menerapkan program, apakah mungkin setiap SPBU diawasi oleh polisi, lalu mobil ditempeli stiker," ucapnya. (dbs/ans)
|