JAKARTA, Berita HUKUM - Sidang kasus penembakan brutal dan upaya pengeboman yang terjadi di Aceh beberapa waktu lalu menjelang dimulai Pilkada Aceh, kali ini berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (12/11), yang beragendakan mendengarkan keterangan saksi ahli dari Puslabfor Polda Sumut, AKBP Sapto.
Ayah Banta juga didakwa bersama 6 anggota jaringan teroris lain yang turut melakukan aksi teror penembakan dan pembunuhan serta upaya meledakan bom dipinggir jalan pada saat iring-iringan Gubernur Aceh yang saat itu dijabat oleh Irwandi Yusuf. Ayah Banta merupakan mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), yang terlibat dalam beberapa kasus kekerasan bersenjata di Aceh yang semua didakwakan kepada jaringan teroris Aceh ini.
Saksi dari Polda Sumut, AKBP Sapto dalam kesaksian menjelaskan bahwa, 3 pucuk senjata yang ditemukan itu setelah diselidiki dan diteliti di labforrensik Polda Sumut, sesuai dan identik dengan aksi penembakan yang dilakukan Abu Vikram alias Ayah Banta, yakni penembakan Biruen Sayful Cage, penembakan pekerja galian kabel di Anak Galong, penembakan di Langkahan Aceh Utara, Penembakan di Perkebunan Satya Agung Aceh Utara, teror dan penembakan di Toko boneka banda Aceh, serta upaya penembakan, dan pembakaran rumah mantan kombatan GAM, Misbahul Munir di Desa Keude Krueng, Kuta Makmur, yang saat itu juga maju sebagai calon Bupati Aceh Utara dari Independent.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung, Iwan SH menanyakan kepada saksi tentang, "bagaimana bentuk dan proses pembuat bom yang ditemukan di sebuah ruko di Cot Matahe Aceh Utara". Saksi menjelaskan, “saya ikut turun langsung ke lokasi penemuan rangkaian bom di sebuah ruko, serta menemukan ada komponen Bom kabel pemicu dan detonator, serta kompor, panci yang digunakan untuk memasak lilin, juga pipa besi dari tiang listrik, yang sudah di las satu sisi, dan satu sisi ditutup setelah diisi serbuk TNT, besi paku, mur guna untuk meledakan pipa rangkaian tersebut,” ujar saksi.
Hakim ketua menanyakan ke saksi, "apakah ada kesamaan antara bom yang ditemukan dengan bom yang dulu dimasa konflik berdarah di Aceh?'', Saksi kembali menjelaskan, "ada, karena ada kesamaan jenis bom yang ditemukan, dengan apa yang dulu pernah ditemukan di Aceh sewaktu konflik. Saksi mengatakan bahwa dia telah bertugas sejak 1991 di Polda Sumut dan Aceh, pembuatnya berbeda namun kemungkinan gurunya sama, hingga jenis dan rangkaian bom itu sama, daya ledak yang ditemukan ini Low Exflosif dengan daya jangkau 50 meter hingga 60 meter, dan harus ada bungkus dari rangkaian ini, disebut kontainernya agar ledakan tinggi bila tidak ada lagi pemicu detonatornya maka, akan menyembur saja," jelas ahli.
Sementara itu pengacara terdakwa Made R. bertanya ke saksi, "apakah bukti-bukti ini bisa digunakan sebagai tindak kejahatan umum?", kemudian saksi menjawab, "bisa saja, karena daya ledak bom itu keluar dari satu arah, yaitu lobang yang ditutup dengan lilin, tidak dapat memecah pipa yang terbuat dari tiang listrik itu, namun dapat merusak mobil dan membunuh orang lain bila mengenai organ vital, bila kena jari dan kuping maka tidak akan menyebabkan kematian," ujar saksi.
Para terdakwa ini didakwa melanggar dengan pasal berlapis, Pasal 15 Jo Pasal 9 Perpu Terorisme No.1 tahun 2002 UU No 15 2003 tentang pemberantasan terorisme, atau pasal 340 Jo pasal 55 ayat 1 Jo pasal 65 KUHP, dengan ancaman hukuman mati. Sidang ditunda senin pekan depan dengan masih beragendakan mendengarkan keterangan saksi.(bhc/put)
|