JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Sindikat pembobol sejumlah Bank senilai Rp 81 miliar yang dibekuk reserse Polda Metro Jaya, ternyata membuat KTP palsu di Toko Beno Offset Jalan Salemba Raya, Kelurahan Paseban, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat. Tersangka Harris Mulyadi alias Beno merupakan satu dari 14 tersangka dibekuk bersama sindikat pebobol bank. Ia spesialis memalsukan sejumlah surat-surat penting.
"Sebelum kami tangkap, lebih dulu dilakukan pengintaian. Dia ditangkap saat ada orang mengorder surat nikah palsu, kami tangkap dia dan tak berkutik," kata Kasat Resmob Polda Metro Jaya AKBP Herry Heryawan kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Senin (3/10).
Empat belas tersangka yakni, Yudi Dwilianto, Ranand Lolong, Andi Rubian, Harun Wijaya, Kusnandar, Haris Mulyadi, Firmansyah, Hoisaeni Ibrahim, Muhril Zain Sany, Yayat Ahadiyat, Budy Putro, Raden Adi Dewanto, Nurdin, dan Firmanto Gandawidjaja. Jelas Herry, dari empat belas tersangka dibagi dua kelompok, yakni kelompok berhubungan dengan pemalsuan indentitas dan kelompok pembobolan bank.
"Haris Mulyadi alias Beno tersangka pemalsu KTP, sedangkan Muhril Zain Sany dan Hoisaeni Ibrahim pemalsu rekening bank untuk memasukan sejumlah uang yang dibobol oleh kelompok tersebut," jelas Herry.
Sementara itu, tersangka Harris mengatakan, menjual KTP ala percetakanya kepada Muhril Zain Sany dan Hoisaeni Ibrahim hanya Rp 60 ribu hingga Rp 100 ribu. Kemudian, Muhril Zain Sany dan Hoisaeni Ibrahim menggunakan KTP tersebut untuk membuat rekening palsu di beberapa bank.
"Blankonya saya beli hanya Rp 12 ribu, dan kalau sudah dicetak sesui permitaan dijual Rp 60 ribu hingga Rp 100 ribu. Saya tak tau kalau KTP itu dibuat untuk kejahatan. Saya hanya mau menolong orang, tapi kok jadi begini," ujar Harris. .
Lebih jauh dikatakannya, di toko milik orangtuanya itu, sudah ratusan KTP yang ia keluarkan. Tak hanya ijazah, juga ada akta nikah hingga buku tabungan pun mampu dipalsukan dengan bermodal seperangkat komputer lengkap dengan printernya. Uang jutaan rupiah pun mampu diraupnya.
Meskipun demikian, Haris merasa menyesal dengan apa yang dilakukannya. Bahkan, sempat merasa depresi, stres dan merasa tertekan, saat pertama kali dijebloskan ke penjara. “Saya tidak mengenal orang-orang yang menggunakan jasa saya. Biasanya mereka yang datang hanya melintas meminta bantuan jasa saya,” tandasnya.
Tersangka Haris Mulyadi (37) juga mengaku, mahir memalsukan surat akta nikah, ijazah SMP, SMA, dan bahkan perguruan tinggi. "Biasanya mereka mengubah data nikahnya, karena ingin menikah lagi. Jadi mereka palsukan," turunya.
Selain memalsukan akta nikah, ia pun mampu membuat ijazah palsu. Untuk ijazah palsu perguruan tinggi, Haris mengaku belum pernah memalsukan ijazah perguruan tinggi negeri. "Kebanyakan yang saya palsukan perguruan tinggi swasta," ungkapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Direktorat Reserse Polda Metro Jaya meringkus 14 anggota sindikat pembobol bank sebesar Rp 81 miliar. Sindikat ini dibekuk setelah ketahuan membobol Bank Danamon sebesar Rp 430 juta. Sindikat ini juga menjadi DPO tiga negara dengan kasus yang sama. Aksi kejahatan dengan modus membobol lewat alat gesek kartu kredit atau Electronic Data Chapter (EDC) di stasiun pompa bensin yang merupakan modus kejahatan yang baru dan perlu diwaspadai.(pkc/irw)
|