JAKARTA- Sistem hukum dalam pelaksanaan pemilu yang tidak terintegrasi, kerap tidak menghasilkan keadilan. Untuk itu, kondisi seperti ini harus segera dibenahi. Demikian dikatakan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bambang Eka Cahya Widodo dalam diskusi di Jakarta, Jumat (12/8).
Satu di antaranya, lanjut dia, ketika ada pihak yang menggugat ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara). Ternyata, prosedur di pengadilan tersebut tidak mengikuti prosedur pemilu. Ujung-ujungnya putusannya tidak bisa dipakai, setelah pemilu sudah selesai. “Ini tidak memberikan rasa keadilan," jelas bambang.
Persoalan lain yang tidak terintegrasinya aturan, ungkanya, terlihat dalam pengawasan dana kampanye. Pengawasan seharusnya bukan difokuskan dana parpol yang digunakan unuk kampanye. Padahal, dana parpol itu sama sumbernya dan sama banyaknya terjadi penyimpangan,
Menurut dia, seharusnya ke depan dibangun sistem pendanaan partai politik dan bagaimana pengawasan dilakukan secara integral. Demikian pula dengan sistem hukum untuk pemilu. "Partai melapor ke KPU, lalu Bawaslu mengawasinya. Tetapi, anehnya laporan pertanggungjawaban itu ke BPK. Jadi terlihat tidak ada perintah pengawasan secara integral," jelas dia.
Sedangkan Direktur Politik Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Endang Koesomajadi mengatakan, usul sejumlah partai politik yang meminta tambahan jatah uang APBN untuk partai politik, tidak sesuai dengan ketentuan UU Nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik.
Dalam Pasal 34a UU tersebut, telah menyebutkan bahwa uang APBN bagi Parpol merupakan bantuan dan bukan anggaran khusus dari APBN. "Jelas dalam ketentuan UU itu bahwa uang itu sifatnya adalah bantuan, bukan mata anggaran sendiri dalam RAPBN. Dengan sifatnya sebagai bantuan, otomatis jumlahnya terbatas dan ini bukan sumber anggaran utama Parpol," jelas Endang.
Selain itu, kata dia, UU juga sudah secara jelas menyebutkan bahwa parpol itu sifatnya nasional dan mandiri. Jika ada usulan penaikan anggaran untuk parpol disetujui, UU harus direvisi. "Apa artinya mandiri, kalau keuangan dibebankan kepada pemerintah? Katakan anggaran Parpol dialokasikan khusus dalam mata anggaran RAPBN dan harus ada revisi UU," jelasnya.
Sementara itu, politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Ahmad Yani mengakui, penjaringan kader partai politik saat ini bermasalah. Pasalnya, tidak ada parpol yang melakukan penjaringan kader secara murni. "Parpol harus mulai melakukan penjaringan seacara murni melalui partisipasi publik. Hal ini harus segera dimulai,” ujarnya.
Penjaringan yang dilakukan secara tak murni itu, karena parpol membutuhkan dana. Hal inilah yang kerap menimbulkan papol menjaring kader-kader instan untuk menjadi kepala daerah. Penjaringan tidak dilakukan sesuai prosedur, tapi lebih mengarah kepada sumber duit dengan mahar-mahar. “Ini yang membuat sistem kepartaian saat ini sakit," jelas dia.(mic/rob)
|