JAKARTA, Berita HUKUM - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menegaskan, Indonesia selama lebih dari sepuluh tahun ini melakukan pemberantasan korupsi secara agresif. Tidak tebang pilih, tanpa pandang bulu. Karena itu, Presiden tidak terima bila dikatakan SBY tidak serius memberantas korupsi.
�Kalau saya dikritik, SBY belum berhasil benar memberantas korupsi, saya terima. Tetapi kalau dianggap SBY tidak serius memberantas korupsi saya tidak bisa terima. Karena we have done a lot of thing sebetulnya untuk itu semua,� kata Presiden SBY saat membuka Forum Anti Korupsi keempat, atau 4th Indonesia Anti Corruption Forum ( 4th IACF) di Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/6) pagi.
Dalam acara yang dihadiri oleh Ketua MPR Sidarto Danusubroto, Wakil Ketua MPR Pramono Anung, dan para menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II itu, Presiden SBY mengemukakan, sejak lima tahun pertama pemerintahannya, ia didekati sejumlah pihak yang menginginkan adanya moratorium pemberantasan korupsi, termasuk mereka-mereka yang datang meminta bantuan saat menghadapi kasus korupsi. Bahkan, ada juga yang datang meminta untuk dilakukan pemutihan penanganan kasus korupsi, misalnya memberikan amnesti bagi pelaku korupsi.
Karena itu, kata SBY, siapa pun yang jadi pemimpin di negeri ini, baik tingkat nasional maupun tingkat daerah, eksekutif, legislatif, dan yudikatif, haruslah kuat, haruslah kokoh, haruslah tegar, dan tidak pernah menyerah untuk mengemban misi yang luar biasa penting tapi juga berat, yaitu mencegah dan memberantas korupsi.
Kepala Negara menegaskan, pemberantasan korupsi perlu leadership di semua level, di manapun-- eksekutif, legislatif, yudikatif, pusat-daerah, dan juga perlu dukungan para pemimpin-- dukungan sepenuh hati, bukan setengah hati. �Dan ini akan tercermin manakala sang pemimpin dihadapkan pada pilihan, mau membela teman-teman dekatnya, kelompok politiknya, atau siapapun; atau dia bisa adil dan harus menghormati proses penegakan hukum itu,� tegas SBY.
Dikatakan Presiden, Indeks Persepsi Korupsi meskipun belum seperti yang diharapkan, ada sebenarnya kenaikannya. Ia menyebutkan, Indonesia, termasuk sebelas negara yang sekarang dianggap kenaikan IPK-nya baik. Namun, bad news-nya, lanjut SBY, korupsi atau kasus-kasus korupsi tetap saja terjadi.
Menurut Presiden, dulu dalam sistem otoritarian yang terjerat atau terkena oleh korupsi itu biasanya eksekutif, itupun ada di pusat. Namun, sekarang di era reformasi, di era demokrasi, dimana kekuasaan berada di mana-mana, di eksekutif, di legislatif, di yudikatif, di pusat, di provinsi, kabupaten, dan kota yang terkena kasus korupsi ini mewakili semua element of power holders di negara ini.
Presiden mengaku sudah menyampaikan semua, menyangkut bagaimana Indonesia ini, bangsa ini, pemerintah ini, masyarakat kita melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi. �Berulang kali, mungkin yang mendengarkannya pun sudah bosan-- mengapa gerakan anti korupsi itu penting; bagaimana caranya mencegah dan memberantas korupsi; sasaran-sasaran besar apa yang harus kita capai dalam pemberantasan korupsi; mengapa diperlukan kesungguhan dan efektivitas dari para penegak hukum, bukan hanya KPK tetapi juga Kejaksaan, Kepolisian, dan Pengadilan,� paparnya.
Karena sudah melakukan semua kewajibannya dalam pemberantasan korupsi, Presiden mengatakan, just do it, let�s do it. �Saya kira semuanya sudah ada, tinggal, kembali lagi, just do it, let�s do it together. Kalau itu yang kita lakukan insya Allah buahnya akan manis,� ujar Presiden SBY.
Mendampingi Presiden SBY dalam kesempatan itu antara lain Ketua MPR Sidarto Danusubroto, pimpinan lembaga negara, Menteri Perencanaan Pembangunan Ketua Bappenas Armida Alisyahbana, Menkumham Amir Syamsudin, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Mensesneg Sudi Silalahi, Seskab Dipo Alam, Menko Perekonomian Chairul Tantung, Menkes, Menteri ESDM Jero Wacik, dan Men PAN & RB Azwar Abubakar.(WID/Setkab/ES/bhc/sya)
|