JAKARTA, Berita HUKUM - Terjadinya persaingan usaha dalam tubuh perusahaan taksi yang tengah bertengger di Bursa Efek Indonesia (BEI), antara PT Blue Bird dengan Group Express, dilatar belakangi dengan kasus perampokan terhadap penumpang di dalam taksi Express.
Kedua pelaku sudah ditangkap aparat Kepolisian Polda Metro, dan ditetapkan sebagai tersangka yaitu Sutrisno yang merupakan otak pelaku perampokan di taksi Express, adalah ternyata sopir Blue Bird. Operator taksi Blue Bird dan Taxi Express memang bersaing, namun kasus perampokan diduga kuat ada kaitannya dengan persaingan bisnis.
Pasalnya satu orang pelaku lagi berasal dari supir berlambang burung biru tersebut. Terkait hal ini, Kuasa hukum Taxi Express, Berman Limbong mengatakan dalam kasus perampokan yang terjadi di taksi Express tidak bisa menyatakan itu ada motif persaingan usaha. Namun jelas faktanya bahwa yang melakukan perampokan itu adalah supir taksi biru yang masih aktif di perusahaan Blue Bird, dimana dalam rilis Kepolisian jelas tertera, dan tersangka sekarang sudah di tahan di Polda Metro Jaya.
Sejauh ini pihak Kepolisian masih mendalami kasusnya. Lantas armada taksi tersebut milik siapa, apakah dari Blue Bird atau dari Express yang bulan lalu telah kehilangan satu unit taksinya. “Saya atas nama Express menyatakan mobil itu bukan milik Express, karena sampai saat ini barang buktinya belum diketahui ada dimana. Artinya kalau memang itu mobil Express, kita tentunya akan di undang untuk menyaksikan bersama-sama.
Apakah benar itu mobil Express yang hilang, sesuai dengan Laporan Polisi Nomor 205 di Polsek Setiabudi pada 24 November 2014. Mobil putih yang dipergunakan oleh tersangka untuk melakukan aksi kejahatan berupa perampokan penumpang dengan modus memodifikasi jok belakang,” papar Limbong di kantor Express, Sabtu (13/12).
Limbong menegaskan, kalau dasar mobil itu bukan milik Express, karena berbicara fakta yang ada, terkait adanya kehilangan 1 unit mobil Express yang sudah dilaporkan pada 21 November 2014. “Kami laporkan ke Polsek Setiabudi pada 24 November, dengan nomor polisi: B 1733 KTD, dengan nomor lambung: BD 6075. Itu dari segi bukti formalnya, artinya sepanjang pihak-pihak yang membangun rumor tidak bisa membuktikan bahwa mobil itu adalah yang kami laporkan, kan! sederhana pembuktiaannya,” tegas Berman Limbong.
Sementara taksi yang dipakai itu berplat nomor di depan: B 1147 TDL, dibelakang: B 3317 K. Jadi sangat jauh dari nomor polisi saja sudah beda, dan nomor lambungnya 8015. Jadi ada duplikasi daripada nomor lambung mobil Express yang aktif. Taksi yang dipakai untuk merampok oleh Sutrisno masih menjadi tanda tanya, karena kabarnya kendaraan itu telah diambil oleh security yang memakai seragam safari.
Ia menjelaskan, kalau dinyatakan mobil taksi itu di ambil oleh orang yang berbadan tegap, dan berpakaian safari sah-sah saja. Tapi kalau mengarah ke pihak security express, secara tegas menolak rumor tersebut, karena management Express mulai menyampaikan laporan Polisi.
“Kita komitmen penegakan hukum, artinya biarlah kepolisian yang mencari barang bukti dan kendaraan kita yang hilang. Saya tegaskan kalau pihak Express menemukan barang bukti dan ikut mencari mobilnya, kita akan serahkan ke kepolisian,” beber Limbong.
Selain itu menurutnya, kalau persaingan bisnis mungkin ada, tapi kalau melihat konspirasi dalam perkara ini cukup jelas. Kalau dari sudut Express, ini masalah persaingan pelayanan, dari sisi bisnisnya mungkin masih agak jauh efeknya. Tapi yang jelas diawali dari terganggunya sistem pelayanan yang diberikan oleh taksi Express. “Kenapa kami yang paling terganggu? Karena cukup banyak taksi putih di Jakarta, dan yang paling mendominasi adalah taksi Express. Jadi begitu masyarakat menyatakan taksi putih, seolah-olah identik dengan Express,” ujarnya.
.
“Saya sudah wawancara langsung dengan tersangka Sutrisno. Awalnya dia (Sutrisno.red) berniat mencuri, dan hendak menjual. Setelah berdiskusi dengan beberapa temen-temannya, menyatakan sulit menjual mobil seperti ini. Akhirnya mereka berniat untuk memodifikasi mobil itu, dan mempergunakan untuk melakukan tindak kejahatan perampokan penumpang. Sutrisno menyatakan bahwa di siang hari bekerja sebagai pengemudi di taksi biru, dan di malam hari dia melakukan aksi kejahatan dengan menggunakan taksi putih hasil curiannya,” jelas Limbong.
PERAMPOKAN YANG ANEH
Sementara itu Pengamat Sosial, Mintarsih A Latief angkat bicara, dilihat dari logikanya, bahwa siapa yang akan menghancurkan, apakah perusahaan taksi yang lebih besar dari pesaingnya, atau yang lebih kecil pesaingnya. Ia melihat ada penjahat yang berkepentingan, siapa yang menilai sebagai pelaku suatu kejahatan, jadi sudah jahat, berkepentingan lagi.
“Pada saat pencurian mobil saya, itu juga ketahuan Blue Bird kok. Persaingan tidak sehat dengan kejadian perampokan ini,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta (13/12). Ia tidak tahu sama sekali terkait kepemilikan taksi dari perusahaan mana. Apakah mobil putih biasa yang di modifikasi, karena tidak terlalu susah dalam sebuah perusahaan, atau memang taksi dari Express yang di curi. Karena kabar yang berkembang di publik bahwa itu mobil curian.
“Sekarang tanya Sutrisno, tahu engga mobilnya? Mungkin dia saja tidak tahu itu mobil curian atau bukan,” ungkap Mintarsih. Menurutnya, apakah betul yang menjadi alasan tersangka melakukan perampokan karena kebutuhan ekonomi. Jika betul, jual saja mobil yang sudah dicuri, kalau memang mobil itu hasil curian. “Dia (Sutrisno-red) jual mobil sekedar murah, yang senilai jumlah perampokan, sangat mudah, dan banyak sekali yang mau beli. Mungkin takut dijadikan barang bukti, dan sekarang siapa yang takut untuk itu jadi barang bukti, siapa kira-kira?,” cetus Pengamat Transportasi, Mintarsih ini di Thamrin, Jakarta.
Setelah Sutrisno selesai melakukan aksinya, mobil itu disimpan di kosannya. Kemudian besoknya mobil itu dibawa oleh orang yang diketahui sebagai security. Itu yang pasti kata Mintarsih, Sutrisno kalau mau bisa membuka, karena security itu bolak balik ke rumahnya beberapa hari sebelum perampokan. Anehnya, sudah berhasil merampok yang besar berupa mobil, kok malah merampok yang kecil kepada penumpang. “Kalau kita lihat kemungkinan besar security dari Blue Bird,” imbuhnya.
Blue Bird melakukan hal itu, alasan dasarnya karena sudah berapa kali juga melakukan pencurian. Ia tidak tahu Blue Bird atau bukan, tapi pengemudi dan eks perusahaan burung biru. Kemudian mencuri, menghilangkan mobil, terus dia (pengemudi-red) kembali ke Blue Bird. Berapa kali dia melakukan seperti itu, dan ada satu lagi pengemudi ketahuan, dia bekerja di Blue Bird. Anehnya tidak pernah berhasil dituntaskan oleh Polisi.
Lebih lanjut Mintarsih mengatakan, jadi wajar tidak, jika seorang yang sering kali sudah terbiasa melakukan perampokan, dicurigai sebagai orang yang merampok. Supir itu kenapa enggak merampok di Blue Bird, apa bedanya? Daripada merampok mobil, terus di modifikasi, baru merampok penumpang. Mendingan taksi Blue Bird langsung di modifikasi, logikanya. Jadi dari banyak segi, tetap membuat suatu kecurigaan yang terlalu besar kearah taksi yang biru. Permasalahan tersebut membuat saham express langsung anjlok. Sedangkan saham blue bird meningkat karena dianggapnya bukan Blue Bird.
Jadi taksi Express yang menjadi saingan terbesar keduanya anjlok. Nilai sahamnya jatuh, kemungkinan itu yang diharapkan. Kemudian yang sangat mencurigakan, itu kuat dugaan terorganisir oleh pimpinan Blue Bird begitu kuat, hanya untuk mencuri kecil.
“Kan engga seimbang dengan organisasinya yang besar,” tegas Mintarsih. Apa yang dikatakan Limbong, berbeda halnya yang diungkapkan Mintarsih, bahwa itu persaingan usaha, bukan perampokan kriminalitas umum. Minimal security yang dikenal, suruh dibuktikan dimana mereka. Bisa dibuktikan jika polisi mau membuktikan, seperti ditangkap siapa orang yang berseragam safari. Pada akhirnya akan membuktikan, ini kuat dugaan persaingan usaha Blue Bird. Selama ini dianggap Blue Bird berkuasa terhadap polisi, dan kebal hukum di kepolisian. Sutrisno dan pengemudi taksi tidak menjatuhkan Blue Bird, tapi berniat menjatuhkan Express, yang terbongkar ternyata pengemudi Blue Bird, urainya.
Menurut Secretary Corporate Group Express, yang dilihat sekarang statusnya perusahaan ini korban. Dikarenakan, pertama, barang buktinya belum ditemukan, jadi masih belum tahu. Apakah unitnya benar-benar taksi Express atau bukan. Kedua, sebenarnya upaya pengamanan yang dilakukan, itu sudah melebihi apa yang menjadi standar organda, karena pemasangan sekat bagasi itu dilakukan berdasarkan inisiatif perusahaan sendiri untuk mencegah tindak kriminalitas yang bisa terjadi.
“Jangan dijadikan kita sebagai seolah-olah pelaku dibalik semuanya. Padahal kita ini korban, dan biarkan masyarakat yang bisa melihat sendiri permasalahan ini. Kita bisa lakukan cuma itu,” ujarnya.
Sementara itu pihak Blue Bird membantah semua apa yang telah dituduhkannya. Melalui telepon Head of Public Relations Blue Bird, Teguh Wijajanto mengatakan, ini masih proses penyelidikan, kalau untuk taksinya silahkan tanya ke Polisi. “Tapi yang jelas dari kami adalah bahwa barang bukti yang dipakai untuk kejahatan bukan dari armada blue bird. Mungkin bisa baca statement sebelumnya di media portal online,“ cetus Teguh.
Menurutnya, jika diteliti dari awal, pertama dibilang tidak ada di data GPS. Kemudian dianulir lagi bahwa itu taksi yang menirukan, atau peniruan armadanya. Setelah itu dianulir lagi bahwasannya adalah taksi yang hilang.
“Jadi serahkan saja ke kepolisian semuanya, karena masalah itu kriminal, ya kita dukung sepenuhnya untuk pengusutan masalah ini sampai tuntas,” ungkapnya.
Berhubung supir Blue Bird yang merampok, kata Teguh, apabila terlibat tindak kriminal, secara otomatis sudah dipecat. Walaupun itu dilakukan diluar Blue Bird, dan ini berlaku umum. “Kita tidak bisa mengintrogasi Sutrisno. Kita serahkan sepenuhnya ke polisi. Artinya itu polisi yang sedang memproses, mungkin lebih baik anda tanyakan ke polisi. Kalau anda mendapat kesempatan, tanya langsung ke pelakunya, biar pelaku yang menjelaskan,” kata Teguh.(bhc/coy)
|