JAKARTA, Berita HUKUM - Meski Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto telah menyatakan sprindik atau surat penyidikan terhadap Ketua DPR RI Setya Novanto palsu. Namun hal tersebut tetap disesalkan banyak pihak, sebab beredarnya sprindik palsu sebagai bentuk penghinaan dan kemunduran terhadap legitimasi DPR selaku Lembaga terhormat milik negara.
Beredarnya sprindik hoak pada Senin (6/20) lalu itu menunjukan indikasi buruknya permainan politik yang kini tengah berlangsung dalam dinamika kepemimpinan.
Sprindik palsu tidak saja mencoreng lembaga DPR, tapi turut menyangkut kinerja KPK.
"Ini sudah menunjukkan kemunduran dan jatuhnya legitimasi pada lembaga setingkat DPR. Meski publik mulai paham siapa itu ketua DPR, tapi kita harus menghormati DPR sebagai lembaga yang dilindungi UU," kata Ketua Lembaga Pengawasan dan Investigasi (LPI) Tipikor Aidil Fitri pada BeritaHUKUM, usai membuka pelatihan pengawasan tipikor yang diikuti lebih dari perwakilan 10 provinsi cabang LPI di Cibubur, Jakarta Timur, Selasa (7/10) kemarin.
Menurut Aidil, agar kasus beredarnya sprindik palsu tidak kembali berulang, maka lembaga antikorupsi pimpinan Abraham Samad tersebut harus segera berbenah. Selain itu, KPK juga harus menindaklanjutinya beredarnya sprindik palsu terserbut.
"Jangan hanya bilang itu hoax, tapi juga tuntaskan siapa pelakunya, KPK harus tunjukkan sikap sebagai pelayan publik," jelas Aidil.
Sementara itu, Deputi Bidang Pelayanan Publik Kementrian PAN dan RB, Mirawaty Sudjono mengingatkan, bahwa saat ini banyak sekali informasi yang tidak berimbang karenanya dengan mengikuti kriteria UU No 25 Thn 2009 Tentang Pelayanan Publik, maka perbaikan informasi secara internal harus diperbaiki terlebih dahulu kemudian bertahap mengedukasi masyarakat.
"UU tentang pelayanan informasi publik terkait Tipikor itu jelas tidak bersambungan secara teknis. Namun bila kita mau mengemas pelayanan informasi secara utuh, informasi pelayanan publik dapat mencegah tindak pidana korupsi," papar Mirawaty.
Berdasarkan dokumentasi Tim BeritaHUKUM, sejak dua tahun belakangan ini telah terjadi tiga kali kebocoran sprindik pada lembaga antirasuah Indonesia tersebut.
Pertama terkait kasus dugaan gratifikasi mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Kedua, kasus dugaan pemerasan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) nonaktif, Jero Wacik, dan terakhir kasus dugaan korupsi mantan Sekjen Kementerian ESDM, Waryono Karno.(bhc/mat) |