JAKARTA-Pertambangan nikel yang beroperasi di kawasan Raja Ampat, Papua Barat, sudah sangat meresahkan. Pasalnya, jika tidak segera dihentikan, dikhawatirkan dapat merusak lingkungan yang berdampak pada ekologi dan kesehatan masyarakat di wilayah tersebut. Namun, sayangnya pemerintah tidak mempedulikan ancaman tersebut.
“Semua BUMN ataupun perusahaan tambang memang berhak untuk mengeksplorasi sumber daya alam di mana saja. Tetapi bukan berarti bisa bebas melanggar aturan. Seharusnya juga memperhatikan dampak yang ditimbulkan akibat penambangan tersebut. Jangan asal meraup keuntungan sebesar-besarnya,” kata Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Thamrin Sihite di Jakarta, Jumat (15/7).
Meski mengimbau para pengusaha pertambangan untuk memperhatikan segala aturan mengenai pernambangan yang berlaku di Indonesia, Thamrin mengaku, tidak tahu soal perusahaan atupun pihak yang mengelolanya. “Saya tidak tahu perusahaan serta siapa yang mengelolanya,” tuturnya.
Seperti diketahui, wilayah Raja Ampat merupakan kawasan tengah segitiga terumbu karang dunia yang menjadi sumber makanan untuk 1,6 miliar hektar terumbu karang yang tersebar mulai dari Filipina hingga Kepulauan Solomon. Kawasan itu menyimpan ekosistem bawah laut paling berharga di dunia.
Beberapa tahun belakangan ini, terdapat kapal hilir mudik antara Australia dan Kabupaten Raja Ampat membawa tanah liat dengan kandungan nikel dan kobalt. Padahal Gubernur Papua, Abraham Atururi sudah membuat peraturan larangan pertambangan di Raja Ampat. Bahkan, aktivis lingkungan dan ilmuwan internasional juga mengajukan protes.
Berdasarkan data lembaga pemerhati lingkungan hidup, Yayasan Nazareth menyebutkan, sejak 2006 kapal-kapal milik perusahaan Queensland Nickel tetap membawa nikel dan kobalt. Padahal, warga sekitar sudah melayangkan protes tetapi tidak digrubis. Bahkan, perusahaan itu mendatangkan tentara dan polisi untuk meredakan protes warga,
Mantan Kepala Penelitian Australian Institute of Marine Sciences (AIMS) Charlie Veron merasa sangat prihatin dengan aktiftas pertambangan yang tidak mengindakan kelestarian, seperti yang terjadi di kawasan Raja Ampat. Limbah tambang telah menutup terumbu karang dan ikan-ikan menghilang. "Sedimentasi tenggelam ke atas terumbu karang, tapi yang lebih buruk adalah fraksi tanah liat, di mana partikel halus mengambang di air yang menghalangi sinar matahari,” jelasnya. (dbs/biz)
|