JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI Tamsil Linrung tidak hadir alias mangkir dari penggilan sidang perkara dugaan suap di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans). Ia tidak memberikan alasan ketidakhadirannya tersebut.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tamsil Linrung ini, sebenarnya dijadwalkan akan memberikan keterangan sebagai saksi. Hal ini terkait dengan perannya sebagai Wakil ketua Badang Anggaran (Banggar) DPR yang ikut berperan menyetujui pencaiaran dana program Percepatan Pembangunan Infrastruktur (PPID) daerah transmigrasi.
“Kami tidak menerima alasan ketidakhadiran saksi (Tamsil Linrung) dalam persidangan ini. Kami minta waktu kepada majelis hakim untuk memanggilnya kembali dalam persidangan mendatang,” kata JPU Zet Tadung Allo.
Sementara dalam sidang terdakwa I Nyoman Suisnaya, nama Tamsil Linrung kembali disebut-sebut. Nama anggota FPKS DPR itu secara tegas disampaikan Sesdirjen Pembinaan Penyiapan Pemukiman dan Penetapan Transmigrasi (P4T), Kemenakertrans yang telah dinonaktifkan itu.
Nama Tamsil Linrung itu muncul, setelah penuntut umum menanyakan kepada saksi mantan Dirjen P4T Djoko Sidiq Pramono. Djoko pun mengaku sempat diminta menjelaskan proyek Kota Terpadu Mandiri (KTM) oleh Tamsil.
Menurut saksi ini, peristiwa tersebut berawal dari kedatangan Ali Mudhori yang memberitahukan adanya dana APBN-P 2011 yang akan dialokasikan sebesar Rp 1 triliun. Kemudian, ia diminta untuk memberikan paparan proyek Kota Terpadu Mandiri (KTM) yang ada di Kemenakertrans di hadapan Tamsil Linrung.
Penjelasan tersebut, lanjut dia, disampaikannya kepada Tamsil dalam sebuah pertemuan di Hotel Crown, Jakarta. “Suatu hari dia datang lagi dengan Sindu Malik. Saya diminta memberikan penjelasan di depan Tamsil Linrung. Saat itu, ada Tamsil Linrung, Sindu Malik, Acos (Iskandar Pasojo-red) dan beberapa orang yang tidak saya kenal,” imbuhnya.
Pengakuan mantan pejabat Kemenakertrans ini pun dibenarkan terdakwa Nyoman Suisnaya. Bahkan, ia membeberkan bahwa Tamsil sempat meminta dijelaskan apa saja yang akan dibangun untuk KTM tersebut. “Benar, Pak Tamsil (Linrung) ada dalam pertemuan tersebut,” kata Suisnaya.
Sebelumnya, dalam dakwaan disebutkan bahwa terdakwa Nyoman Suisnaya menerima suap Rp 2 miliar dari Dharnawati. Uang tersebut sebagai comitmen fee atas proyek Rp 73 miliar di Papua Barat yang dijanjikan akan diberikan kepadanya. Atas perbuatannya itu, terdakwa Susinaya dijerat dengan pasal berlapis, yakni pasal 12 huruf b jo pasal 5 ayat (2) jo pasal 5 jo pasal 11 UU Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi.(mic/spr)
|