*Percepat pemeriksaan korupsi yang melibatkan kepala daerah
JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Mabes Polri mengharapkan bantuan Komisi Pemberantasan Korupsi, agar beberapa penyidiknya masuk dalam penanganan kasus yang menjerat kepala daerah. Pasalnya, dengan kewenangan yang dimiliki KPK, pemeriksaan kasus itu dapat lebih cepat karena tidak perlu menungggu izin dari presiden.
"Kami sangat mengharapkan ada satu atau dua orang (penyidik Polri) yang masuk ke spindik, agar pemeriksaan lebih cepat. Ini namanya joint investigation (penyidikan bersama-red)," kata Direktur III Tipikor Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Ike Edwin dalam acara diskusi bertema 'Penguatan Pemberantasan Korupsi melalui Fungsi Koordinasi dan Supervisi KPK' di Jakarta, Kamis (27/10).
Dengan adanya hal itu, lanjut dia, KPK tidak perlu mengambil alih penanganan suatu kasus yang melibatkan kepala daerah dapat menjadi lebih cepat. Apalagi KPK memiliki wewenang memeriksa pejabat tanpa harus menunggu izin Presiden. “KPK kan sistem hukum yang kuat sekali. Jadi, mengapa tidak bareng polisi, agar pemberantasan korupsi bisa lebih cepat," jelas Ike.
Namun, permintaan Polri itu dengan tegas ditampik Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Chandra Hamzah. Menurut dia, KPK menolak ajakan Polri untuk joint investigation dalam menjerat kepala daerah. “Hal ini dapat menimbulkan masalah baru. Menempatkan KPK dalam surat tugas, pasti nantinya akan ada problematika hukum," jelas dia.
Tapi Chandra setuju dengan usulan hukuman minimal bagi terdakwa kasus korupsi. Namun soal besaran hukuman masih perlu disesuaikan dengan tingkat kesalahan pelaku. "Kami tidak bisa menggeneralisir, tetapi kami tetap menginginkan adanya hukuman minimal," imbuh Chandra.
Menurut dia, KPK bersedia untuk memberikan masukan mengenai derajat kesalahan. Hal ini bisa dicontohkan dnegan hukuman untuk kasus pemerasan dan penyuapan. "Kalau pemerasan ada pihak yang disakiti, jadi kami tidak bisa menyamakan hukuman pemerasan dengan suap," jelasnya.
Namun saat ditanya mengenai berapa besaran hukuman minimal yang disarankan untuk suatu kasus korupsi, Chandra enggan untuk mengungkapkannya. Tapi, kata dia, masih perlu dikaji dan dibicarakan bersama. "Yang penting gradasinya ada. Tinggal masalahnya. Itu yang penting," tandasnya.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin sempat mengusulkan hukuman minimal lima tahun penjara untuk terdakwa kasus korupsi. Alasannya, selama ini justru timbul kecenderungan hukuman kasus korupsi ringan dan pada akhirnya semakin ringan karena dipotong dengan remisi.(mic/spr)
|