JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Jika di Amerika Serikat ataupun di Arab Saudi, maka hukuman bagi Umar Patek adalah hukuman mati. Meskipun Umar meminta maaf dan menyesali perbuatannya.
Hal itulah yang menjadi jawaban tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang yang beragendakan replik atau tanggapan jaksa atas pledoi terdakwa kasus terorisme Bom Bali I dan pengemboman enam gereja, Umar Patek.
“Untuk itu, tuntutan seumur hidup untuk terdakwa lebih baik daripada hukuman mati,” ujar Bambang Suharyadi saat membacakan replik di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (4/5).
Bambang menilai, bahwa pledoi dari pihak terdakwa sudah sepatutnya tidak dapat diterima atau ditolak. Dan pihaknya meminta Majelis Hakim, menyatakan Umar terbukti secara sah melakukan tindak pidana terorisme dan menjatuhkan pidana sesuai dengan tuntutan Jaksa.
“Karena tuntutan seumur hidup untuk terdakwa Umar lebih baik daripada hukuman mati,” tambah Kepala JPU ini.
Untuk itu, JPU memohon kepada hakim untuk menyatakan Umar terbukti secara sah melakukan tindak pidana terorisme dan menjatuhkan pidana sesuai dengan tuntutan yang mereka bacakan.
Sementara itu, pengacara Umar Patek, Asluddin Hatjani mengatakan bahwa apa yang disampaikan jaksa hanya mengulang tuntutan mereka. Karena tidak ada perbedaan antara replik dengan tututan. “Jaksa tetap berpegang pada tuntutan. Dalam tuntutan tidak ada fakta persidangan yang diungkap," terangnya.
Sebelumnya, pihak Umar memohon ke Majelis Hakim, untuk meringankan hukuman terhadap Umar. Karena Umar sudah menyesali keterlibatannya dalam serangan bom Natal 2000 dan bom Bali I pada 2002.
Selain itu, Umar juga membantah memimpin serangan bom di Bali. Dia mengatakan hanya menjalankan peran kecil dalam peristiwa tragis itu. Ia mengaku memang mencampur berbagai bahan kimia untuk digunakan sebagai peledak.
Untuk itu, pihak Umar meminta agar Hakim menjatuhkan vonis di bawah 15 tahun. "Keterlibatannya kecil [dalam bom Bali]. Bom itu sudah hampir jadi ketika Patek tiba di Bali," kata , Asluddin Hatjani.
Seperti diketahui, jaksa mendakwa Umar Patek alias Abdul Ghoni alias Abu Syeikh alias Umar Arab dengan enam dakwaan. Umar dinilai melanggar sejumlah pasal KUHP dan Undang-Undang Pemberantasan Terorisme.
Dakwaan pertama adalah dugaan memasukkan senjata api dari Filipina ke Indonesia. Kedua, terkait dugaan memberikan bantuan pada Dulmatin, Warsito, dan Sibgoh untuk melakukan uji coba tiga pucuk senjata M16.
Ketiga, Umar dianggap dengan sengaja dan terencana merampas nyawa orang lain, yaitu sebagai salah satu pelaku Bom Bali I yang mengakibatkan tewasnya 192 orang. Bom tersebut meledak di tiga lokasi, yaitu sebelah selatan kantor Konsulat Amerika Serikat, Denpasar, di dalam Paddy's Pub, dan di depan Sari Club, Denpasar, pada tanggal 12 Oktober 2002.
Dakwaan keempat dan kelima terkait pemalsuan paspor atas nama Anis Alawi Jafar. Paspor tersebut digunakan untuk berangkat ke Lahore, Pakistan, bersama sang istri, Fatimah Zahra. Atas dakwaan ini, ia diancam pidana melanggar Pasal 266 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 butir 1 KUHP dan Pasal 266 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 butir 1 KUHP.
Keenam, dia didakwa sebagai aktor peledakan enam gereja pada 24 Desember 2000. Gereja yang diledakkan adalah Gereja Katedral Jakarta, Gereja Kanisius, Gereja Oikumene, Gereja Santo Yosep, Gereja Koinonia, dan Gereja Anglikan. Patek diancam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 juncto Pasal 55 ayat 1 butir 1 KUHP. (dbs/bie)
|