JAKARTA, Berita HUKUM - Majelis Adat Dayak Nasional dari tanggal (27/4) hingga tanggal (30/4) di Gelora Bung Karno Jakarta Pusat, selain menyalenggarakan acara tarian, juga membuka pameran stand produk dan hasil kerajinan tangan dari suku Dayak di Kalimantan.
Salah satu tarian yang banyak mendapat apresiasi penonton ialah tari Gunung Perak Bulat Apai Lawai dari Barito Selatan.
Tarian ini dikaitkan dengan ritual mistis dan penari melipat badan dan meniduri duri, serta memijak tikar duri daun salak. Para penari juga berguling-guling di atas duri sebagai simbol kerasnya kehidupan.
Tarian ini dibawakan oleh penari-penari dari Sangar Rano Mereh yang artinya air mengalir. Sanggar tari yang dipimpin oleh Khutus ini sudah sampai ke benua Eropa, Bercelona, dan Spanyol.
Sebelum menari pawang, Rustam Aji atau yang akrab dipanggil Khutus sendiri menyiapkan dupa, berupa lilin yang diletakkan di pentas sebanyak 6 lilin. Tari ini sudah menjuarai tari Nasional sebanyak 4 kali sejak tahun 2007 terakhir pada tahun 2010.
Khutus mengungkapkan bahwa, "tidak bisa sembarang membawa tari ini, karena ada ritual khusus di dalam tari ini, dan orang Dayak itu suka menyimbolkan satu pesan melalui tarian, ukiran, tulisan, segala simbol, baik dalam suka cita maupun duka," ujarnya kepada pewarta BeritaHUKUM.com, Sabtu (27/4).(bhc/put) |